INTERNASIONAL

[internasional][bleft]

NASIONAL

[nasional][bleft]

ACEH

[aceh][bleft]

TEKNOLOGI

[teknologi][threecolumns]

EKONOMI

[ekonomi][bleft]

SPORT

[sport][threecolumns]

Hebat! Mahasiswi Medan Ini Kembangkan Obat Diabetes Beromzet Rp 1,2 Miliar




Jakarta -Tak banyak anak muda yang akhirnya sukses mengembangkan bisnis berbasis inovasi‎. Suatu kebanggaan, karena salah satunya berasal dari Indonesia. Adalah Gita Adinda Nasution yang berhasil mengembangkan produk farmasi herbal untuk mengobati penyakit diabetes, hingga memiliki omzet hingga Rp 1,2 miliar.

"Awalnya saya hanya termotivasi untuk menyembuhkan ayah saya yang sudah lama menderita diabetes. Waktu itu saya masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) tahun 2008-2009. Baru ketika saya SMP (Sekolah Menengah Pertama) komposisi ramuannya saya dapatkan," tutur dia memulai cerita.

Penemuannya ini, lanjut dia, bukan perkara mudah. Karena, di bangku SD tidak ada satu mata pelajaran pun yang membahas bagaimana membuat produk farmasi. "Di sekolah nggak diajarkan, tapi di luar sekolah kan kita bisa belajar. Waktu itu internet belum seperti sekarang, jadi saya masih belajar dari buku," tutur dia sembari tersipu malu menceritakan kisahnya tersebut.

Sebagai produk herbal, temuan ini tergolong baru. Ia berani mengklaim belum ada produk farmasi untuk mengobati diabetes yang menggunakan bahan dasar gula tebu yang selama ini, justru dihindari penderita diabetes.

"Saya sudah baca jurnal dari mana-mana, tapi belum ditemukan obat diabetes berbasis gula tebu," aku dia percaya diri.

Ide ini, kata dia, adalah seperti mengobati penyakit polio. Vaksin polio dihasilkan dari virus polio itu sendiri. Sama seperti penawar bisa ular yang dibuat juga dari bisa ular itu sendiri. Kuncinya, kata dia, dalam pengobatan itu harus fokus pada permasalahannya bukan pada dampaknya.


"Selama ini orang salah mengerti, dianggapnya diabetes harus menghindari gula. Padahal, justru mereka adalah orang yang paling membutuhkan gula. Permasalahannya adalah, sel orang diabetes itu tidak bisa menyerap gula dengan mudah, makanya jadi banyak terkumpul di gula. Makanya saya carikan solusinya supaya gula ini bisa diserap oleh sel, saya cari ramuannya," papar wanita berjilbab ini.

Penelitiannya ini ternyata membuahkan hasil positif. Di 2010 saat dirinya menginjak bangku SMP, hasil racikannya ini diberikan kepada ayahnya yang mulai mengalami gangguan pengelihatan akibat penyakit diabetes yang dideritanya.

Hasilnya, dalam 1,5 tahun gejala diabetes yang diderita benar-benar hilang. "Dalam 1,5 tahun saya minumkan rutin sampai dosis dikurangi dan tidak minum lagi. Setelah diperiksakan, gejala diabetesnya dinyatakan sudah tidak ada," tutur dia.

Kabar baik ini cepat menyebar, sejumlah kolega dan kerabat sang ayah kemudian memesan obat serupa. Ramuan mujarab yang diberi nama Kolagit ini kemudian mulai dibuat dalam skala yang lebih besar.

Kolagit yang merupakan singkatan Kopi Gula Gita ini, diproduksi dan dikemas dalam paket-paket berukuran 800 gram. Dibantu beberapa rekan ia mampu memproduksi sampai 40 kotak dengan ukuran 800 gram per kotak.

Gita tak mematok harga khusus karena awal usahanya ini, memang dimaksudkan untuk membatu penyembuhan penderita diabetes di seluruh Indonesia.

"Ada yang 1 kotak saya jual Rp 150.000 sampai Rp 200.000. Tapi kalau dia keluarga tidak mampu bisa digratiskan. Jadi ini semacam subsidi silang saja sekalian mengajak orang beramal dan saling membantu. Mereka yang ekonominya lebih selain mendapat kesembuhan juga mendapat amal karena 'mensubsidi' sesama penderita diabetes, tetapi yang kurang mampu secara ekonomi




Meskipun belum berbasis komersial, ternyata pendapatan usaha yang diperolehnya tergolong tidak sedikit. Dibantu seorang temannya yang memahami ilmu akuntansi, diketahui sepanjang 2014 saja, omzet usaha yang dijalankan di rumah neneknya di Sumatera Utara ini mencapai Rp 1,2 miliar.

Hal ini pun membawanya sebagai salah satu pemenang dalam ajang Wirausaha Muda Mandiri 2014 yang diselenggarakan Bank Mandiri.

"Saya kaget waktu temen saya bilang ternyata omzet saya mencapai Rp 1,2 miliar. Alhamdulillah. Karena selama ini saya juga tidak menghitungnya secara akuntansi," tuturnya haru.

Meski mampu mengeruk omzet usaha yang demikian besar, ia mengaku, itu tidak dianggapnya sebagai sebuah prestasi. Omzet yang besar itu hanya dianggapnya sebagai bonus usaha. "Karena prestasi buat saya bukan pendapatan yang besar melainkan kesembuhan para pasien itu sendiri. Ke depan saya akan terus mengeluarkan produk-produk herbal untuk menyembuhkan berbagai penyakit," sebutnya.

Sayang, di balik kesuksesan usahanya ini masih ada satu hal besar yang mengganjal. Hal itu adalah hak paten. Hingga saat ini mahasiswa Analis Farmasi dan Makanan, Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara (USU), Medan, ini mengaku belum mendapat hak paten atas produk hasil ciptaannya ini.

"Urusnya susah sekali. Perjuangan saya dari SMA saya beranikan datang ke Jakarta untuk mendaftarkan hak paten produk saya tapi sampai sekarang toh belum juga ada. Tapi saya dapat titik terang katanya tahun ini mau dipercepat semoga bukan janji," pungkasnya.




Sumber : Detik.com
Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

No comments :