INTERNASIONAL

[internasional][bleft]

NASIONAL

[nasional][bleft]

ACEH

[aceh][bleft]

TEKNOLOGI

[teknologi][threecolumns]

EKONOMI

[ekonomi][bleft]

SPORT

[sport][threecolumns]

Adik Ibrahim: Abang Saya bukan GAM

Adik Ibrahim: Abang Saya bukan GAM

KantoMaya News - KEMATIAN Ibrahim bin Yusuf (42), penduduk Gampong Ceurih Blang Mee, Kecamatan Delima, Pidie, menyisakan duka mendalam bagi keluarganya.

Ayah dari empat anak itu tewas tertembak dalam kontak senjata di Gampong Gintong, Kecamatan Grong-Grong, Pidie, Rabu (20/5/2015) sekitar pukul 22.30 WIB.

Serambi menyambangi rumah duka di Ceurih Blang Mee, sekitar pukul 11.30 WIB, Kamis (21/5) kemarin. Rumah papan sederhana itu sudah didatangi beberapa pelayat.

Selama ini Ibrahim tinggal di rumah tersebut bersama istri dan empat anaknya. Anak tertua bernama Maskur (12), kelas VI SD. Anak kedua Ramadhan (11) kelas V SD, Nur Akmalia (5), dan Raju berusia sebelas bulan.

Sehari-hari pekerjaan Ibrahim bertani. Selain menanam semangka, juga kacang hijau. Ia pun jago bikin roti manis (rotin tawar ditaruh selai di tengahnya). “Kalau ada order, abang buat roti,” ujar Nur Asiah (38), adik kandung Ibrahim.

Menurut Nur Asiah, beberapa jam sebelum kejadian, abangnya sempat pulang ke rumah sekira pukul 18.00 WIB, Rabu (20/5). “Abang saya membawa ikan krup (ikan dari empang), lalu saya bakar dan kami makan malam itu,” kisah Asiah.

Baru kemudian, sekira pukul 21.00 WIB, Rabu (20/5) malam Ibrahim ke luar dari rumah. Sampai akhirnya ia dikabarkan tewas berluka tembak di kepala, persis di bagian jidat.

“Abang saya itu bukan anggota GAM, juga bukan anggota Din Minimi. Setiap hari dia ada di rumah. Kami orang miskin,” tutur Asiah sambil berlinang air mata.

Dia mengaku, pada malam hari abangnya itu sering ke luar dari rumah memasang senter di jidat, dilekatkan dengan tali, lalu pergi ke sawah mencari tikus yang mengganggu tanaman semangkanya.

Sedangkan kegitan rutin yang dia geluti setiap pagi mencari jerami untuk diletakkan di dekat tanaman semangka. Lalu sore hari ia mengurus tanaman kacang ijo. Kalau ada pesanan roti, malamnya Ibrahim membuat roti.

Begitulah pekerjaan rutin harian yang dilakoni Ibrahim. Ke mana-mana naik sepeda motor jenis Astrea lama. “Jadi, sangat tidak mungkin abang saya terlibat kelompok bersenjata,” tegas Nur Asiah.

Ibrahim adalah anak keenam dari delapan bersaudara, pasangan almarhum M Yusuf dan almarhumah Nyak Bunthok. “Kami asli dari Ceurih Blang Mee, kedua orang tua kami sudah tiada,” jelas Nur Asiah, adik bungsu Ibrahim.

Sementara itu, istri Ibrahim bernama, Junilawati (30), beberapa kali pingsan. Saat Serambi berkunjung, ia belum sadarkan diri. Istri Ibrahim mulanya ke rumah sakit untuk memastikan bahwa jasad itu benar suaminya. Setelah pasti, ia kembali ke rumah. Setiba di rumah, ia pun ambruk.

Sampai pukul 12.00 WIB kemarin, pemulangan jenazah Ibrahim bin Yusuf dari rumah sakit masih diproses. Sedangkan pihak keluarga sudah mempersiapkan tempat pemakaman di desa itu.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Serambi dari sumber lainnya, keberadaan Ibrahim pada saat kontak itu kemungkinan sebagai salah satu penunjuk jalan. Namun, ia terperangkap karena lokasi itu sudah dikepung aparat bersenjata.

Begitulah sekilah kisah Ibrahim, putra asli Ceurih Blang Mee. Kini tinggallah empat anaknya menjadi yatim, saat tanaman semangka dan kacang hijaunya mulai berbuah.

Sementara itu, Abdullah, Keuchik Gintong, Kecamatan Grong-Grong, lokasi terjadi kontak tembak, mengaku pascainsiden itu warganya takut ke hutan mencari pelepah rumbia. Padahal, sebagian besar mata pencaharian penduduknya adalah membuat atap dari daun rumbia. Pemasarannya sampai ke Beureuenun dan Aceh Timur. Biasanya agen datang untuk membeli atap rumbia tersebut.

“Tapi kini warga tak berani lagi ke kebun karena khawatir terjebak dalam kontak tembak,” ujar Keuchik Abdullah.

Sumber : Serambi Indonesia
Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

No comments :