INTERNASIONAL

[internasional][bleft]

NASIONAL

[nasional][bleft]

ACEH

[aceh][bleft]

TEKNOLOGI

[teknologi][threecolumns]

EKONOMI

[ekonomi][bleft]

SPORT

[sport][threecolumns]

Wapres Pertanyakan Urgensi Jam Malam bagi Perempuan di Aceh

Wapres Pertanyakan Urgensi Jam Malam bagi Perempuan di Aceh

KantoMaya News - Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta Pemerintah Kota Banda Aceh untuk mempertimbangkan dengan sebaik-baiknya penerapan jam malam bagi perempuan di Aceh. Penerapan jam malam tersebut diatur melalui Instruksi Wali Kota Banda Aceh Illiza Sa'aduddin Djamal yang berlaku mulai 4 Juni.

"Memang Aceh punya kewenangan internal mengatur aturan otonomi khusus di daerahnya. Namun demikian pertimbangannya, apa urgent seperti itu?" kata Kalla di sela-sela pembukaan Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) se-Indonesia di Pondok Pesantren Attauhidiyah, Tegal, Jawa Tengah, Senin (8/6/2015).

Menurut Kalla, Pemkot Banda Aceh sedianya meneliti lagi sejauh mana bepergian di malam hari bisa membahayakan perempuan Aceh. Ia yakin perempuan Aceh bisa menjaga dirinya dengan baik.

"Tentu kita tidak bisa menganggap bahwa wanita itu ada masalah malam hari, harus dipertimbangkan seperti itu, harus lihat kasusnya. Tentu wanita Aceh sangat arif untuk mengatur itu sebaik baiknya. Tidak semua itu masalah terjadi di luar, kita harus perhatikan juga masalahnya. Jadi saya kira akan arif, akan dipertimbangkan yang sebaik-baiknya," ujar Kalla.

Jam malam
Seperti diberitakan Kompas, kebijakan jam malam bagi perempuan ini diambil sebagai upaya mengantisipasi atau meminimalkan pelecehan seksual terhadap perempuan, yang ada di Banda Aceh ataupun di Provinsi Aceh tergolong tinggi. Instruksi itu menyatakan, aktivitas perempuan pekerja pada tempat wisata/rekreasi/hiburan, penyedia layanan internet, kafe/sejenisnya, dan sarana olahraga dibatasi hingga pukul 23.00 WIB.

Aktivitas anak di bawah umur dan perempuan umumnya pada tempat itu dibatasi hingga pukul 22.00, kecuali bersama keluarga dan/atau suami.

Illiza dalam diskusi dan sosialisasi instruksi itu di Banda Aceh, Jumat (5/6) petang, mengatakan, instruksi itu lahir berdasarkan Surat Instruksi Gubernur Aceh tentang penertiban kafe dan layanan internet se-Aceh yang membatasi aktivitas perempuan pekerja pada kafe/sejenisnya dan penyedia layanan internet hingga pukul 21.00, serta perempuan pelanggan di tempat itu hingga pukul 21.00, kecuali bersama keluarga dan/atau suami. Instruksi gubernur itu berlaku sejak 28 Februari 2014.

Pemerintah Kota Banda Aceh melakukan penyesuaian terhadap instruksi gubernur karena intensitas aktivitas masyarakat di Banda Aceh lebih tinggi dibandingkan di wilayah Aceh lainnya. Illiza mengatakan, instruksi itu harus ditegakkan karena angka pelecehan seksual di Banda Aceh ataupun Aceh tinggi.

Berdasarkan hasil investigasi The Foundation Kita dan Buah Hati pada 2015, Aceh menduduki peringkat pertama pelecehan seksual terhadap perempuan di Indonesia pada 2014. Banda Aceh adalah daerah dengan angka pelecehan seksual tertinggi di Aceh.

Menurut Catatan Tahunan Kekerasan terhadap Perempuan di Aceh 2013-2014 oleh Balai Syura Ureung Inong Aceh (BSUIA) bekerja sama dengan Jaringan Pemantau Aceh (JPA) 231 dan Pusat Studi Wanita Universitas Islam Negeri (PSW UIN) Ar-Raniry Banda Aceh pada 2015, angka kekerasan seksual terhadap perempuan berupa pemerkosaan terus meningkat di Aceh. Pada 2013, terjadi 42 kasus dengan rentang usia korban 6-18 tahun dan 52 kasus dengan rentang usia korban 26-40 tahun 2014.

Sumber : kompas.com
Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

No comments :