INTERNASIONAL

[internasional][bleft]

NASIONAL

[nasional][bleft]

ACEH

[aceh][bleft]

TEKNOLOGI

[teknologi][threecolumns]

EKONOMI

[ekonomi][bleft]

SPORT

[sport][threecolumns]

Kala Jakarta (Kembali) Berparadigma Penjajah

Kala Jakarta (Kembali) Berparadigma Penjajah

KantoMaya News -
BERITA pahit kembali kita baca. Blok migas milik EMOI di Aceh Utara diserahterimakan ke anak usaha Pertamina. Pemindahan kepemilikan ini minus keterlibatan Pemerintah Aceh.

Secara logika bisnis mungkin ini tidak masalah. Sebab pindah tangan saham biasa di dunia usaha. Tapi persoalan blok migas menjelang habis konsesi sepertinya mereka sedang menelikung Aceh. Apa sih susahnya memberitahukan kepemerintah setempat?

Perilaku para pengambil kebijakan di Jakarta memang masih berparadigma penjajah. Menganggap merekalah berhak menentukan apapun atas negeri ini. Daerah wajib terima saja. EMOI memang perusahaan asing. Mereka tentu tak peduli dengan sosiocultural kita. Tapi pemerintah pusat atau dalam hal ini para pemangku kepentingan, harus mempertimbangkan banyak hal.

Mereka jangan pura-pura tidak tahu tentang aturan kekhususan Aceh. Yang kita takutkan setelah masa konsensi habis, mereka juga mengalihkan diam-diam. Kasus ini pernah terjadi seperti saat pengalihan konsensi blok ke Triangle Pase Energy. Juga dilakukan sebelum konsensi habis.

Tapi kemudian masa konsensi brakhir, perusahaan sakit itu masih diberi kuasa mengurus ladang migas bekas EMOI itu. Baru sekarang diserahkan ke pemerintah Aceh setelah gasnya tidak ada pembeli.

Paradigma Jakarta selaku tuan besar tidak juga berubah. Seperti mereka memang coba “preh silap” Aceh. Kalau tidak ada yang meributkan maka kita akan terus dibodohi. Dari cara ini tersirat mereka memang mau menipu Aceh.

Oleh karena itu Aceh tidak boleh lemah. Aceh harus melawan kezaliman ini. Tidak cukup dengan cuma mengundang mereka seperti dikatakan oleh Kadis ESDM Aceh. Harus ada langkah konkrit melawan kesewenangan mereka. Bukankah aturan memberi kita hak. Untuk terlibat dalam setiap urusan migas yang diusahakan atas bumi kita. Mereka tidak boleh lagi sewenang-wenang.

Mereka harus taat hukum. Bukan hukum Aceh. Tapi hukum Republik Indonesia. Kita tidak cukup hanya bicara di media. Pengalaman masalalu harus mengajarkan kita. Betapa sakit melihat bumi kita dikeruk. Tapi kita berkalang kemiskinan.

Ketika minta keadilan sedikit saja, tapi angkara murka yang kita peroleh. Kini setelah damai, setelah sejumlah konsensi kita terima, tidak boleh seorangpun mencoba menelikungnya. Tidak boleh siapapun menafikannya. Walaupun “seureudok” gas yang tersisa. Itu lah hak kita.

Setetespun tidak boleh orang mencurinya. Kita tidak minta bagian mereka. Tapi mereka juga jangan coba-coba merampas hak kita.

Pemerintah Aceh, DPRA harus berada di garda terdepan dalam perlawanan ini. Sebab mereka adalah pemegang mandat rakyat. Dan bilapun hak Aceh sukses didapat, maka mereka adalah penikmat pertama. Mereka yang paling besar mengambil manfaat.

Selanjutnya bila peran ini sukses mereka adalah pahlawan. Pahlawan perdamain dan pejuang hak Aceh. Karenanya mari berjuang dalam koridor aturan. Luruskan mereka agar taat hukum. Kita tidak boleh lagi dikebiri. Rakyat pasti mendukung. Mari singsingkan lengan. Lawan setiap kesewenang-wenangan. Hancurkan setiap kebohongan mereka. Hukum adalah senjata kita. Mengapa harus takut. Bukankah berani karena benar, takut karena salah?

Sumber : Portalsatu.com
 
Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

No comments :