Anak Aceh : Jangan Takut, kuliah Master Tanpa beasiswa
-OPINI-
Provinsi Aceh selain sebagai provinsi yang memiliki kekhususan dan kedekatan yang luar biasa dengan negara luar, juga tercatat sebagai penerima dana Otonomi Khusus (Otsus) terbesar setelah provinsi Papua.
Dana otsus inilah yang kemudian dialokasikan pemerintah Aceh terutama untuk pendidikan salah satunya untuk pembiayaan pendidikan mahasiswa Aceh khususnya program Magister dan Doktor. Seiring dengan investasi dana publik yang besar ini, pastinya timbul harapan besar dari para pengelola dana rakyat ini, bahwa investasi besar di bidang pendidikan ini kelak akan memberi perubahan signifikan untuk kesejahteraan rakyat Aceh.
Selayaknya ini dapat dimengerti dengan baik oleh setiap penerima beasiswa Aceh yang sekarang sedang belajar di beberapa negara di luar sana. Bisa dijelaskan kondisinya bahwa anak-anak Aceh ini sedang menikmati fasilitas pemberian pemerintah di saat Aceh benar-benar dalam kondisi belum mampu memberi kesejahteraan untuk rakyatnya namun sedang berbenah untuk bisa menjadi lebih baik melalui investasi untuk SDM-nya. Hendaknya, hal ini bisa menjadi beban moral untuk anak-anak Aceh penerima beasiswa ini agar kelak mau bersusah payah dalam mengupayakan perubahan yang signifikan di Aceh.
Namun, di sisi lain patut diketahui bersama bahwa kucuran dana otsus yang digunakan untuk membiayai pendidikan anak-anak Aceh selama ini, ternyata belum mampu memenuhi seluruh harapan anak Aceh yang hendak berkuliah ke luar negeri.
Wajar, karena konon pembiayaan kuliah di luar negeri tidak lah sedikit, sedangkan sumber dana yang tersedia meskipun jumlahnya lumayan besar tapi juga belum mampu menampung seluruh quota mahasiswa yang ingin kuliah ke luar negeri. Entahlah apa faktornya, tidak tepat kalau kapasitas intelektual saja dianggap sebagai faktor penyebabnya, karena hampir bisa dikatakan pemberian beasiswa sepenuhnya hak otoritas si pemberi beasiswa termasuk tim pejabat pemerintahan yang mengurusi beasiswa ini, harapannya tim pemberi beasiswa pemerintah Aceh bisa lebih objektif dalam penilaianya, dengan melibatkan konsultan atau akademisi-akademisi yang lebih kompeten, sehingga akhirnya keputusan pun tidak mutlak keputusan satu perorangan tapi bisa lebih kepada keputusan tim.
Pengalaman pribadi penulis
Ketika dihadapkan kepada si pewawancara beasiswa pemerintah Aceh, pewawancara menyebutkan bahwa anggaran untuk pendidikan mahasiswa Aceh ke luar negeri ini sangat besar, keputusan akhir sangat bergantung kepada kapasitas intelektual mahasiswa itu sendiri, yang saya herankan adalah ketika hasil beasiswa diumumkan sekian besar mahasiswa yang tidak lulus ini bahkan tidak mendapatkan informasi terkait jumlah score penilaiaan dari pemberi beasiswa dan dibagian mana mahasiswa rendah score-nya sehingga menyebabkan ia tidak lulus.
Pengalaman sebaliknya didapatkan oleh penulis ketika diwawancara oleh si pewawancara dari beasiswa langsung pemerintah luar negeri yaitu ketika hasil tes beasiswa dikeluarkan, maka hasil tes tersebut disertai dengan informasi terkait jumlah score masing-masing tes, sehingga setiap mahasiwa pelamar beasiswa dapat mengetahui dengan jelas dimana kelemahannya. Menurut saya, ini jauh lebih baik dan menghindari segala prasangka nepotisme yang selama ini melekat di lembaga pemberi beasiswa pemerintah kita.
Di sisi lain, perlu dikaji kembali apakah pemberian bantuan beasiswa untuk melanjutkan studi ini diibaratkan seperti kompetisi layaknya kompetisi Musik atau kompetisi entertainment lainnya dimana kandidat cendrung berusaha unggul agar bisa mengalahkan kandidat lainnya, atau pemberian beasiswa pemerintah ini ditujukan sebagai bentuk upaya pemerintah Aceh untuk meningkatkan kapasita Sumber Daya Manusia (SDM) Aceh kedepannya.
Selayaknya tujuan dari beasiswa pemerintah kita ini bisa dipahami kiprahnya dengan baik dan dapat diimpletasikan sesuai dengan tujuan tersebut. Karena kalau tujuannya sebagai investasi pemerintah untuk SDM-nya maka pemberian beasiswa ini janganlah menjadi ajang lomba atau saling menggungguli tetapi penilaiannya lebih kepada kapasitas kandidat per orangan ketika kandidat penerima beasiswa dapat memenuhi persyaratan administrasi seperti nilai TOEFL/IELTS, Letter of Acceptance (LoA) atau surat penerimaan dari universitas yang dituju dan syarat mutlak lainnya sudah terpenuhi maka kandidat tersebut berhak untuk lulus, Jadi kelulusannya bukan karena lebih unggul dari yang lain tetapi karena memang kapasitasnya memenuhi persyaratan.
Permasalahan lainnya
Bisa dilihat bersasarkan hasil seleksi pemberian beasiswa Aceh tahun yang lalu, tercatat anggaran untuk pendidikan tingkat magister dan Doktor bahkan untuk bantuan pendidikan biaya penelitian hampir sebagian besar dialokasikan untuk membiayai pendidikan di luar negeri, hanya beberapa persen sisanya untuk pendidikan di dalam negeri. Saya tidak tau persis alasannya kenapa, mungkin memang karena ada kebijakan khusus dari pihak pemerintah Aceh untuk memprioritas pendidikan ke luar negeri atau karena mahasiswa peminat pendidikan di dalam negeri yang jumlahnya memang masih sangat sedikit. Padahal kalau bicara teori cost-reduction pembiayaan pendidikan dalam negeri dengan biaya yang lebih murah akan memberi proporsi yang lebih besar untuk jumlah penerima beasiswa sehingga akan berdampak meningkatnya jumlah SDM Aceh yang berkualitas kedepannya. Semoga saja kedepannya ini bisa menjadi salah satu pertimbangan.
Mengingat keterbatasan yang dimiliki pemerintah Aceh dalam mendukung anak-anak Aceh untuk melanjutkan pendidikan S2 ini, saya ingin menekankan bahwa untuk anak-anak Aceh yang mungkin masih kurang beruntung untuk mendapatkan beasiswa Aceh, sebenarnya masih memiliki alternatif-alternatif lain yang patut dicoba. Selain alternatif dengan mencoba beasiswa langsung dari negara pemberi beasiswa, juga bisa salah satunya dengan memilih melanjutkan pendidikan dengan biaya sendiri di universitas-universitas ternama di Indonesia seperti UI, UGM, ITB. Dari hasil penelusuran International Colleges and Universities seperti yang dimuat dalam www.4icu.org, 3 universitas ini merupakan universitas di Indonesia yang masuk dalam 200 Universitas top dunia, bahkan ITB menempati peringkat ke-82, jadi tidak ada salahnya untuk mencobanya.
Walaupun sebenarnya di sisi lain ada konsekuensi yang harus ditanggung, kuliah dengan biaya sendiri memang akan membuat anak-anak Aceh ini hidup dalam keterbatasan, namun secara tidak langsung ini akan memacu semangat mereka untuk terus berjuang, melanjutkan pendidikan dengan biaya yang pas-pasan pastinya membuat mereka harus berusaha ekstra mencari uang tambahan.
Beberapa keuntungan lainnya yang bisa didapat dengan kuliah S2 di dalam negeri antara lain bisa memiliki kesempatan untuk memahami lebih baik kondisi negeri ini. Di sisi lain, mahasiswa juga cendrung memiliki kesempatan untuk belajar langsung dengan akademisi-akademisi yang telah memberi peran besar dalam melahirkan Undang-Undang, pastinya segala perarturan dan Undang-Undang yang dilhirkan dengan melibatkan akademisi di dalamnya akan memberikan kontribusi besar untuk kesejahteraan rakyat sebut saja beberapa Profesor yang terlibat langsung dalam mencetus UU BPJS dan DJSN seperti Prof Habullah Thabrany dan Prof Ascobat Gani dari Universitas Indonesia, ini adalah kesempatan yang baik untuk mahasiswa Aceh memahami bagaimana akademisi telah berperan besar dalam menciptakan kebijakan-kebijakan yang dapat dirasakan langsung manfaatnya oleh rakyat negeri ini.
KESIMPULAN :
"Untuk anak-anak Aceh jangan takut dengan segala risiko kekurangan, kelaparan, dan kesepian karena kuliah tanpa beasiswa, teruslah bergerak, jangan jadikan kekurangan sebagai penghambat dalam melangkah, tetapi sebaliknya jadikan kekurangan sebagai pendorong untuk setiap keterbatasa-keterbatasan yang sebenarnya bisa diatasi dengan kerja keras, semangat dan daya juang yang tinggi."
Hanifah Hasnur ; Mahasiswa Aceh bertempat tinggal di Jakarta, Research Assistant di Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Universitas Indonesia.
Facebook : Hanifah Hasnur
istagram :@hanifahhassnur
E-mail : hanifahhasnur@gmail.com
Blog : mpk2013.wordpress.com
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteSalut saya untuk kakak hanifah hasnur..
ReplyDeleteBanyak kemungkinan yg terjadi apakah penerima beasiswa dr pemerintah sesuai dengan kriteria tes nya.. Jika saja lebih transparan..