INTERNASIONAL

[internasional][bleft]

NASIONAL

[nasional][bleft]

ACEH

[aceh][bleft]

TEKNOLOGI

[teknologi][threecolumns]

EKONOMI

[ekonomi][bleft]

SPORT

[sport][threecolumns]

Tagore Protes PKPU Terkait Aceh

Tagore Protes PKPU Terkait Aceh
KantoMaya News, JAKARTA - Anggota Komisi II DPR, Tagore Abubakar, menyebut Komisi Pemilihan Umum (KPU) teledor dan tidak cermat dalam menyusun Peraturan KPU (PKPU). Oleh sebab itu, aturan yang akan menjadi acuan pada pilkada serentak 2017 mendatang itu harus segera diperbaiki.

Hal itu disampaikan Tagore pada saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi II DPR RI dan KPU di Komplek Parlemen, Senayan, Kamis (18/8) malam.

Tagore menyatakan, PKPU dimaksud yakni, dalam pasal 12 yang menyebut jika calon kepala daerah di Provinsi Aceh harus memenuhi syarat sebagai orang asli Aceh. PKPU No 6 Tahun 2016 tentang Pilkada di daerah otonomi khusus itu muatannya disinyalir mengarah pada primordalisme.

Politisi PDIP asal Aceh itu menentang pasal dalam PKPU tersebut karena dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh disebutkan bahwa syaratnya adalah WNI.

“KPU tidak cermat dalam menganalisa itu. Dalam Undang-Undang Pemerintah Aceh juga menyatakan syaratnya adalah WNI. KPU teledor dan tidak cermat dalam menyusun PKPU,” ungkapnya kepada wartawan di Komplek Parlemen, Senayan, Jumat (19/8).

Tagore mengatakan, PKPU tersebut harus diperbaiki agar sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Sebab, pasal ini jika dibiarkan akan mendorong semangat primordialisme, bukan nasionalisme.

Anggota Komisi II lainnya, Rahmat Hamka, menjelaskan, RDP yang dilaksanakan itu dalam rangka memenuhi perintah UU bahwa PKPU harus dikonsultasikan terlebih dahulu sebelum ditetapkan dan sifatnya mengikat kesimpulan rapat yang disepakati.

“Pembahasan berjalon alot dimulai siang dan selesai sampai pukul 23.00 WIB. Dari rapat tersebut baru satu PKPU tentang tahapan yang dibahas dan belum juga selesai,” ujarnya.

Lebih lanjut dia menjelaskan, ada tiga PKPU yang sudah ditetapkan KPU, hal itu tidak didahului dengan konsultasi pada DPR dikarenakan alasan waktu dan DPR akan reses.

“Oleh karena itu harus dikaji lagi bersama. PKPU yang dimaksud adalah PKPU No 3 tahun 2016 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu. Selanjutnya PKPU No 5 tahun 2016 tentang Pencalonan Pemilihan Kepala Daerah, dan PKPU No 6 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah pada Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, Papua dan Papua Barat,” katanya.

Menanggapi itu, Ketua KPU, Juri Ardiantoro, mengatakan, pihaknya akan mempelajari kritik yang disampaikan oleh legislator dari Daerah Pemilihan (Dapil) Aceh II tersebut. Ia juga mengetahui jika aturan tersebut tidak ada dalam undang-undang khusus, tetapi ada dalam qanun yang merupakan aturan turunan dari UUPA.

Menurut Juri, ia akan memperhatikan apakah keharusan orang asli Aceh sebagai syarat untuk calon kepala daerah akan dipertahankan atau dihapus. Dirinya juga menjelaskan, saat pembahasan soal syarat itu, KPU hanya menyerap aspirasi dari DPR Aceh dan Pemerintah Provinsi Aceh.

“Ada aspirasi di dalam proses penyusunan peraturan, karena itu juga hukum positif. Qanun memang berada di bawah UU, kami tentu akan mengkaji ulang kalau itu ternyata bertentangan dengan UU,” ujarnya.

tribunnews.com
Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

No comments :