INTERNASIONAL

[internasional][bleft]

NASIONAL

[nasional][bleft]

ACEH

[aceh][bleft]

TEKNOLOGI

[teknologi][threecolumns]

EKONOMI

[ekonomi][bleft]

SPORT

[sport][threecolumns]

Beberapa Tips Sebelum Membeli Asuransi Jiwa

Asuransi Jiwa, Life Insurance

Pernah salah beli asuransi jiwa? Atau sudah pernah beli asuransi jiwa tapi klaimnya tidak terbayar karena membeli di perusahaan asuransi yang tidak terpercaya? 


Supaya tidak menyesal karena salah membeli asuransi jiwa, perencana keuangan OneShildt Financial Planning, Pandji Harsanto, berbagi tipsnya khusus untuk ROL, Rabu (26/11).


Menurut Pandji, pertumbuhan asuransi jiwa di Indonesia sangatlah pesat, data menunjukkan perkembangan asuransi jiwa sangat signifikan dalam lima tahun terakhir. Walaupun perkembangan asuransi jiwa cukup baik, namun kesadaran untuk membeli asuransi jiwa sangatlah kurang. Begitu risiko datang, tidak sedikit dari mereka yang dulunya pernah ditawari asuransi akhirnya menyesal. 

“Dari beberapa pengalaman yang sering kami temui dalam memberikan konsultasi kepada klien, hampir 90 persen orang Indonesia membeli asuransi jiwa yang kurang tepat, kurang tepat ini artinya mereka membeli asuransi tapi tidak sesuai dengan kebutuhannya,” ungkap Pandji. 

Nah, supaya tidak menyesal membeli asuransi, apa saja sih tipsnya?

1. Pastikan Anda punya penghasilan dan tanggungan
Fungsi dari asuransi jiwa adalah untuk melindungi nilai ekonomi si pencari nafkah. Jadi idealnya yang menjadi tertanggung (dilindungi jiwanya) adalah yang telah memiliki penghasilan dan mempunyai tanggungan. Tujuannya apabila terjadi risiko cacat tetap atau kematian, maka tanggungannya (keluarga yang ditinggalkan) masih bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. 

“Jadi saya sempat heran dengan kesalahan yang sering dilakukan menjadikan anak sebagai tertanggung asuransi jiwa,” ujarnya. Seharusnya, tertanggung asuransi jiwa adalah ayah atau ibu yang berfungsi sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga. Sedangkan anak, atau istri, menjadi pihak yang menerima manfaat dari asuransi jiwa.

2. Tidak semua orang butuh asuransi jiwa
Ternyata tidak semua orang butuh asuransi jiwa. Bagi mereka yang memiliki aset aktif dan passive income yang sesuai dengan kebutuhan bulanan keluarganya maka tidak perlu asuransi jiwa. Maksudnya passive income adalah penghasilan yang diperoleh tanpa harus bekerja lagi misalnya dari bunga deposito atau properti yang disewakan.

Misal sebuah keluarga memiliki penghasilan properti yang disewakan sebesar Rp 120 juta per tahun atau Rp 10 juta per bulan. Bila kebutuhan hidup keluarga tersebut sebesar Rp 96 juta per tahun atau Rp 8 juta per bulan. Jadi jika si pencari nafkah tanpa harus bekerja aktif pun mereka sudah dapat memenuhi kebutuhan bulanan dari passive income. 

Seandainya terjadi suatu musibah misal cacat tetap atau meninggalnya si pencari nafkah maka keluarga yang ditinggalkan dapat melanjutkan hidup. 


3. Tahu berapa uang pertanggungan yang dibutuhkan

Banyak dari mereka yang membeli asuransi jiwa bukan berdasarkan dari berapa uang pertanggungan (UP) yang dibutuhkan tapi berdasarkan kesanggupan premi yang dibayar. Walaupun dasar kesanggupan premi tidak sepenuhnya salah, tapi alangkah bijaknya membeli asuransi berdasarkan UP yang dibutuhkan.


Perhitungan sederhananya adalah berapa jangka waktu usia anak yang terkecil sampai dengan selesai jenjang pendidikan terakhirnya atau sampai anak itu dapat mandiri. Misalnya, keluarga A memiliki anak usia yang terkecil usia 4 tahun dan penghasilan si pencari nafkah sebesar Rp 120 juta per tahun atau 10 juta per bulan. 

Idealnya, hitungannya dari anak yang terkecil sampai ia selesai kuliah S2. Atau sampai usianya 24 tahun. 

Maka untuk menjamin jika terjadi risiko pada si pencari nafkah selama 20 tahun, UP yang dibutuhkan adalah Rp 120 juta dikali 20 tahun sama dengan Rp 2,4 miliar. Itu sebabnya jika bicara UP bukan angka yang kecil cuma puluhan juta.

Sempat kaget juga jika ada yang punya penghasilan Rp 10 juta per bulan tapi nilai UP cuma Rp 150 juta, nilai ini tidak lebih mahal dari mobil yang dimiliki dan jika UP tersebut digunakan untuk menyambung hidup keluarga tersebut hanya 15 bulan (kurang dari dua tahun).

4. Tahu jangka waktu yang dibutuhkan
Bila kita sudah mengetahui berapa UP (nilai ekonomis) si pencari nafkah, maka perlu diketahui berapa jangka waktu yang diperlukan berdasarkan contoh yang di atas. Idealnya adalah selama 20 tahun keluarga A memiliki asuransi jiwa untuk pencari nafkahnya.
Jika pada saatnya anak terkecil berusia 24 tahun dan dapat mandiri, diharapkan keluarga A sudah mempunyai aset aktif yang cukup dan sudah punya passive income, maka sah saja jika pencari nafkahnya tidak melanjutkan membeli asuransi jiwa lagi.

5. Lebih murah dan manfaat lebih dengan asuransi jiwa berjangka
Yang sering jadi pertanyaan adalah penghasilan saya cuma Rp 10 juta per bulan, usia saya 35 tahun, dan saya membutuhkan UP sebesar Rp 2,4 miliar. Bagaimana saya bisa membayar premi asuransi jiwa yang memberikan manfaat UP sebesar Rp 2,4 Miliar untuk jangka waktu 20 tahun?

Jawabannya adalah sebelum membeli polis asuransi jiwa sebaiknya Anda membandingkan dari beberapa perusahaan asuransi untuk mendapatkan manfaat UP yang dibutuhkan, berapa premi yang harus di bayar. Untuk mendapatkan manfaat tersebut dengan premi yang murah maka Anda dapat membeli asuransi jiwa tradisional dengan jenis asuransi jiwa berjangka. Namun jika pilihannya berupa asuransi yang digabung dengan investasi (unit-link) maka biaya preminya akan menjadi lebih besar biasanya 3 kali lipat dari asuransi jiwa berjangka. 

Akan lebih baik agar asuransi dan investasi menggunakan produk yang berbeda agar masing-masing mendapatkan manfaat yang maksimal.


6. Premi maksimal
Berdasarkan contoh di artikel sebelumnya, maka rata-rata premi yang ditawarkan oleh beberapa perusahaan asuransi untuk mendapatkan UP sebesar Rp 2,4 miliar adalah sebesar Rp 10 juta. Agar tidak menggangu pos keuangan yang lain, ada baiknya premi yang dibayar tidak lebih dari 10 persen dari penghasilan bulanan.


7. Jangan Jadikan anak belum cakap hukum sebagai ahli waris
Yang dapat menjadi ahli waris asuransi jiwa adalah yang mempunyai hubungan pernikahan sah secara negara, hubungan darah seperti saudara kandung, orang tua ataupun anak kandung dari perkawinan yang sah.

Kesalahan yang sering dilakukan para pemegang polis adalah menjadikan anak yang belum cakap hukum sebagai ahli waris asuransi jiwa, akibatnya adalah ketika terjadi risiko kematian maka ahli waris belum dapat menerima santunan uang pertanggungan (UP) sampai dengan usia cakap hukum atau harus menunggu dari perwalian.

8. Beli asuransi jiwa selagi sehat
Ketika membeli asuransi jiwa dengan UP yang besar biasanya perusahaan asuransi cenderung lebih menerima tertanggung yang tidak terlalu banyak risiko kesehatannya. Itu mengapa premi untuk perokok dan tidak perokok, preminya akan lebih besar yang merokok.

Bagi perusahaan asuransi untuk menyetujui pengajuan polis asuransi jiwa dengan UP yang besar biasanya mensyaratkan adanya tes kesehatan (medical check up). Dari hasil tes kesehatan tersebut jika hasilnya ada kecenderungan hasil yang kurang sehat, misal tingkat kolesterol tinggi ataupun gangguan fungsi hati, maka perusahaan asuransi dapat menerima permohonan asuransi jiwanya dengan syarat penambahan ekstra premi. 

9. Suku tertentu wajib punya asuransi jiwa
Untuk suku-suku tertentu seperti Bali ataupun Toraja, pada saat kematian ada upacara yang menghabiskan biaya ratusan juta bahkan sampai dengan miliaran rupiah. Agar tidak memberatkan keluarga, sebaiknya untuk mencakup biaya tersebut dari uang santunan asuransi jiwa.

10. Kredibilitas perusahaan asuransi Jiwa.
Ketika Anda memilih perusahaan asuransi, sebaiknya pilih perusahaan yang sudah lama berdiri setidaknya lebih dari 25 tahun di Indonesia. Pengalaman yang Pandji dapatkan sebagai perencana keuangan independen, biasanya perusahaan yang dapat menanggung untuk UP yang besar adalah perusahaan asuransi yang bukan lokal dari Indonesia, namun memiliki cabang di Indonesia.


sumber : republika.co.id


Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

No comments :