INTERNASIONAL

[internasional][bleft]

NASIONAL

[nasional][bleft]

ACEH

[aceh][bleft]

TEKNOLOGI

[teknologi][threecolumns]

EKONOMI

[ekonomi][bleft]

SPORT

[sport][threecolumns]

Masyarakat Aceh Gugat Menteri Dalam Negeri

Masyarakat Aceh Gugat Menteri Dalam Negeri
KantoMaya News, BANDA ACEH - Masyarakat Aceh menggungat Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, terkait Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Aceh. Selain Mendagri, gugatan serupa juga dilayangkan ke Gubernur Aceh Zaini Abdullah dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA).

RTRW Aceh 2013-2033 dinilai masih janggal karena tak memuat beberapa substansi penting dari RTRW nasional. Salah satunya adalah tak memasukkan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) sebagai salah satu dari lima Kawasan Strategis Nasional yang berada di Aceh.

Gugatan diajukan sembilan warga masing-masing Efendi asal Aceh Besar, Juarsyah dari Bener Meriah, Abu Kari warga Gayo Lues, Dahlan warga Kota Lhokseumawe, Kamal Faisal warga Aceh Tamiang. Selanjutnya Muhammad Ansari Sidik dari Aceh Tenggara, Sarbunis warga Aceh Selatan, Najaruddin warga Nagan Raya, dan Farwiza warga Kota Banda Aceh.

Mereka yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Aceh Menggugat tersebut memberi kuasa gugatan kepada tiga pengacaranya yakni Nurul Ikhsan, Evi Susanti dan Syahminan Zakaria.

Kuasa hukum penggugat, Nurul Ikhsan mengatakan, untuk tahap awal gugatan disampaikan dalam bentuk pemberitahuan terbuka (notifikasi) dalam tenggat 60 hari. “Apabila tidak diindahkan, maka gugatan akan didaftarkan ke pengadilan di Banda Aceh maupun Jakarta,” katanya, Selasa (6/10/2015).
Materi gugatannya adalah RTRW Aceh yang dituangkan dalam Qanun Nomor 19 Tahun 2013 tentang RTRW, tak memasukkan beberapa substansi penting dalam RTRW Nasional. Seperti tak memasukkan KEL sebagai salah satu dari lima Kawasan Strategis Nasional di Aceh.

Menurutnya hal ini mengabaikan amanat Undang-Undang tentang Penataan Ruang, UU Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh, PP tentang RTRW, SK Menteri Kehutanan, dan Kepres Nomor 33 Tahun 1998.
“Pengabaian amanat dari ketentuan peraturan-peraturan hukum tersebut merupakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh penyelenggara negara, dalam hal ini Gubernur Aceh dan DPR Aceh,” ujarnya.

Pengabaian KEL sebagai bentang alam yang terintegrasi (eco-region) dinilai akan mengancam keunikan keanekaragaman hayati dan ekologi yang dimiliki. “Sehingga pada akhirnya akan meningkatkan risiko intensitas bencana di Aceh,” ujarnya.

Selain KEL, kawasan hutan rawa gambut Tripa juga tak diakui sebagai bagian dari Kawasan Strategis Nasional dalam RTRW Aceh. RTRW Aceh juga tak mengakomodirnya jalur evakuasi bencana, tidak mencantumkan wilayah kelola mukim sebagai wilayah asal usul masyarakat adat Aceh, pada hal keberadaan mereka telah diakui secara nasional maupun internasional.

Menurut para penggungat Qanun RTRW ditetapkan dan diundangkan dalam lembaran daerah, tanpa terlebih dalu menindaklanjuti hasil evaluasi Mendagri melalui Kepmendagri Nomor 650-441 Tahun 2014.

Mendagri digugat karena dinilai membiarkan gubernur dan DPRA yang menetapkan Qanun RTRW Aceh 2013-2033 tanpa menindaklanjuti evaluasinya. Hal lain adalah tak menggunakan kewenangannya membatalkan regulasi daerah tersebut.

Sumber : Okezone.com
Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

No comments :