INTERNASIONAL

[internasional][bleft]

NASIONAL

[nasional][bleft]

ACEH

[aceh][bleft]

TEKNOLOGI

[teknologi][threecolumns]

EKONOMI

[ekonomi][bleft]

SPORT

[sport][threecolumns]

Siapa berhak memblokir Netflix?

Siapa berhak memblokir Netflix? Telkom?
PT Telkom Indonesia Tbk., memblokir koneksi internet ke situs Netflix (netflix.com) per 27 Januari 2016. Pengguna jaringan internet IndiHome, Speedy, Wifi.id, dan Telkomsel tak bisa lagi mengakses Netflix. Keputusan tersebut tentu saja bikin heboh netizen.

Maklumlah, situs pengaliran (streaming) video berbayar ini, tengah populer setelah resmi membuka layanan untuk Indonesia pada 7 Januari lalu. Netizen menyambut kehadiran Netflix dengan suka ria. Tarif langganannya cukup murah, Rp109 ribu untuk paket dasar dan Rp169 ribu untuk paket premium. Sebulan awal, layanan ini masih gratis.

Meski Pemerintah sempat menyatakan memberi waktu Netflix hingga awal Februari 2016 untuk menaati aturan di Indonesia, tiba-tiba Telkom memblokir Netflix. Layanan yang sudah merambah 190 negara tersebut dianggap tidak memenuhi regulasi di Indonesia dan banyak memuat konten berbau pornografi.

Sebagai perusahaan pelat merah, Telkom ingin memberi contoh dan menegakkan kedaulatan Negara Kedaulatan Republik Indonesia dalam berbisnis. Meskipun, belum ada instruksi atau permintaan dari Pemerintah untuk memblokir Netflix. Mereka beralasan, hanya akan bekerja sama dengan perusahaan yang patuh pada regulasi Indonesia. Sungguh sangat nasionalis.

Di balik pemblokiran itu, Telkom membuka peluang untuk mencabut blokir tersebut. Syaratnya, Netflix mau bekerja sama dengan Telkom. Nah yang ini bukan nasionalisme lagi kemasannya, tapi benar-benar naluri bisnis.

Bentuk kerja samanya seperti apa? Ini yang belum diungkap oleh Telkom. Namun bisa diduga ini urusan bagi-bagi keuntungan. Telkom memiliki setidaknya 67,9 juta pelanggan data dari anak perusahaannya Telkomsel. Sedang dari IndiHome, sekurangnya ada 1 juta pelanggan. Selain itu Telkom juga punya layanan TV berbayar.

Tanpa kerja sama bisnis, Telkom ibarat menyediakan jalan tol dan memungut tarif dari 67,9 juta mobil yang lewat. Sedang Netflix, tiba-tiba bisa masuk jalan tol, lalu membuat pertunjukan film berbayar di rest area, tanpa memberi bagi hasil kepada pemilik jalan tol.

Soal kerja sama bisnis, sah-sah saja hukumnya bagi institusi seperti Telkom dan Netflix. Namun yang jadi soal besar adalah pemblokiran akses internet ke Netflix secara sepihak. Bolehkah penyelenggara jasa internet seperti Telkom memblokir sebuah situs?

Pemblokiran situs di Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri Kominfo No.19/2014. Itupun hanya untuk situs yang bermuatan konten negatif. Operasionalnya diatur dengan Keputusan Menteri Kominfo No. 290/2015. Dalam regulasi ini pemblokiran situs harus ada pembahasan panel oleh Forum Penanganan Situs Internet Yang Bermuatan Negatif.

Ada empat kategori panel untuk menentukan situs negatif: panel pornografi, terorisme, penipuan, sampai hak kekayaan intelektual. Anggota tiap panel 7 sampai 14 orang. Panel bekerja atas aduan masyarakat dan lembaga. Sayangnya, panel telah bubar sejak 31 Desember 2015, sesuai isi Keputusan Menteri tersebut.

Patut diingat, wewenang pemblokiran situs (apapun) di internet masih jadi perdebatan. Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) misalnya, menentang pemblokiran sewenang-wenang tanpa proses hukum yang adil. Apalagi tanpa adanya perintah dari pengadilan.

Mereka juga pernah mengingatkan Kementerian Kominfo agar tidak menggunakan Permen Kominfo No. 19/2014 tersebut. Pasalnya, aturan itu sedang diuji di Mahkamah Agung. Peraturan atau dasar hukum yang sedang diuji, tak layak digunakan sebagai dasar mengambil kebijakan.

Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, sejak munculnya Netflix, sudah berjanji tidak akan memblokirnya. Layanan penyaluran film berbayar ini akan diwadahi dengan regulasi yang sesuai.

Wadah dan regulasi yang dimaksud, sampai sekarang memang belum diputuskan. Namun nampaknya Menkominfo mengkategorikan Netflix sebagai perusahaan Penyelenggara Sistem Internet (PSE). Hal itu disampaikan Rudiantara dalam serangkaian kicauan lewat akun Twitter miliknya (27/1/2016).

Konsekuensi sebuah PSE, Netflix harus punya badan usaha Indonesia Bentuk Usaha Tetap (BUT). Memiliki kewajiban mematuhi regulasi fiskal serta perlindungan konsumen. Tentang konten, ini yang masih menjadi masalah regulasi di Indonesia. Semua film harus lolos sensor dari Lembaga Sensor Film (LSF). Namun film digital yang disalurkan melalui internet, LSF tak punya teknologi untuk menyensornya.

Singkatnya, regulasi untuk Netflix sebenarnya baru wacana.

Nah, bila Telkom (atau warga di Indonesia) menilai ada muatan konten negatif, bisa mengadu ke Kemenkominfo. Begitupun dengan tudingan Netflix tidak menaati regulasi. Telkom berhak melaporkan ke Kemenkominfo, regulasi mana yang dilanggar Netflix.

Mengacu peraturan yang ada, legalitas pemblokiran yang dilakukan Telkom terhadap Netflix patut diragukan. Posisi Telkom dalam hal ini adalah ISP (Internet Service Provider). Tidak ada satu pasal pun dalam Permen yang membolehkan penyelenggara jasa internet memblokir sebuah situs secara sepihak.

Kewajiban ISP atau Penyelenggara Jasa Akses Internet, menurut Permen, adalah melakukan pemblokiran terhadap situs- situs berdasarkan daftar dalam situs TRUST+Positif di bawah Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika, Kemenkominfo, dan memperbarui data mereka secara rutin. Artinya, pemerintah yang membuat daftar hitamnya, kemudian ISP menjalankannya.

Sayangnya, pemblokiran yang dilakukan Telkom, malah diapresiasi Menkominfo, meski kementeriannya belum memutuskan untuk memblokir Netflix. Apresiasi tersebut bisa diartikan seolah Negara melegalkan tindakan Telkom. Ini berbahaya, sebab ISP sebagai pemain bisnis digital sudah menjelma menjadi regulator, untuk kepentingan sepihak.

Apa yang terjadi bila semua ISP mengikuti langkah Telkom? Masing-masing ISP dengan alasan sekenanya, memblokir situs yang berpotensi diajak kerja sama menjadi income generator. Lalu memberikan jalan keluar penghapusan pemblokiran setelah ada kesepakatan kerja sama bisnis.

Kemenkominfo tidak seharusnya membiarkan ISP manapun melakukan pemblokiran sepihak, atas nama nasionalisme sekalipun. Kemenkominfo harus mengembalikan fungsi regulasi di tangan Negara, bukan pelaku usaha.

Kementerian ini juga harus bisa berlaku sama terhadap semua pelaku usaha. Bila Telkom telah bertindak di luar kewenangannya, mesti dikenai sanksi. Begitupun, bila Netflix tidak mau memenuhi ketentuan regulasi, ya Negara yang harus mengambil tindakan.
Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

No comments :