INTERNASIONAL

[internasional][bleft]

NASIONAL

[nasional][bleft]

ACEH

[aceh][bleft]

TEKNOLOGI

[teknologi][threecolumns]

EKONOMI

[ekonomi][bleft]

SPORT

[sport][threecolumns]

KTT OKI hasilkan resolusi dan deklarasi perjuangan untuk Palestina

KTT OKI hasilkan resolusi dan deklarasi perjuangan untuk Palestina
Menteri Luar Negeri dari negara peserta OKI berfoto bersama sebelum memulai Sidang Dewan Menteri Luar Negeri di Jakarta Convention Center, Jakarta, Minggu (6/3/2016). Pertemuan tersebut merupakan rangkaian KTT Luar Biasa ke-5 OKI yang akan membahas masalah Palestina dan Al-Quds Al-Sharif.
KantoMaya News -- Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa (LB) Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Jakarta resmi ditutup oleh Presiden Joko Widodo. Dalam KTT itu disepakati Deklarasi Jakarta yang berisi rencana aksi untuk mendukung Palestina dan Al-Quds Al-Sharif (kota suci di Jerusalem).

Jakarta Declaration (deklarasi Jakarta) berisi tentang inisiatif Indonesia yang memuat rencana aksi konkret para pemimpin OKI untuk penyelesaian isu Palestina dan Al-Quds Al-Sharif.

Selain itu ada juga dihasilkan resolusi atas sejumlah persoalan yang di antaranya adalah sengketa batas wilayah Palestina sejak diduduki Israel pada 1967, status resmi Jerusalem sebagai kota suci bagi agama Yahudi, Kristen dan Islam, termasuk keamanan dan pembatasan umat Muslim untuk beribadah di Masjid Al-Aqsa.

"Akses umat Islam ke Masjid Al-Aqsa di Jerusalem dibatasi. Rakyat Palestina semakin tidak berdaya. Situasi kemanusiaan di wilayah-wilayah pendudukan semakin memburuk," kata Presiden Jokowi dalam pidatonya, seperti yang dilansir Bisnis.com.

Jokowi pun menegaskan, Indonesia dan Dunia Islam siap melakukan langkah-langkah tegas dan konkrit untuk terus mendesak Israel mengakhiri penjajahannya atas Palestina dan menghentikan kesewenangannya di Al-Quds Al-Sharif.

Sayangnya, sejumlah pengamat menilai resolusi dan deklarasi yang dihasilkan tidak akan berdampak signifikan.

Smith Alhadar, pengamat masalah Timur Tengah dari The Indonesian Society for Middle East Studies, mengatakan kepada BBC Indonesia, di dalam ubuh OKI selalu ada perseteruan antara Arab Saudi dan Turki di satu pihak dengan Iran di pihak lain.

Sehingga, apapun yang dihasilkan akan menjadi tidak kompak. Smith pun pesimistis Indonesia mampu belum mampu menjadi mediator dan motor di dalam tubuh OKI.

"Pengaruh politik Indonesia ke Timur Tengah itu terlalu jauh. Negara-negara yang bertikai di Timur Tengah sangat kompleks dan itu perlu ada gerakan dari negara-negara besar untuk menyelesaikan masalah," kata Smith.

Senada dengan Smith, Hikmahanto Juwana, professor dan pakar hukum internasional dari Universitas Indonesia, juga memaparkan setidaknya ada empat hal yang membuat OKI tidak memiliki daya yang kuat dalam mendorong perdamaian Palestina-Israel.

Pertama, tidak adanya kekompakan antaranggota, yang terjadi justru pertarungan kepentingan.

Kedua, wadah ke-Islam-an ternyata tidak mampu membuat dan menjaga solidaritas, terutama bila hal itu berbenturan dengan kepentingan, mazab, dan afiliasi negara besar.

Ketiga, secara geografis, negara-negara yang bergabung dalam OKI terpencar, sehingga sulit melakukan diplomasi.

Keempat, peran Sekretaris Jenderal (Sekjen) kurang maksimal dalam menggerakkan organisasi.

KTT OKI dihadari oleh 500 delegasi dari 55 perwakilan negara. Konferensi juga dihadiri delegasi tiga negara pengamat, empat anggota "kuartet" kelompok negosiasi perdamaian Palestina-Israel (Rusia, Amerika Serikat, PBB dan Uni Eropa), dan Dewan Keamanan PBB.

OKI pertama kali dibentuk pada 1969 di Maroko sebagai respons atas aksi pembakaran Masjid Al-Aqsa di Yerusalem, oleh kaum ekstremis Yahudi. Namun, sejumlah perundingan damai Palestina-Israel selama beberapa dekade terakhir justru diwadahi negara-negara atau organisasi lain, bukan OKI.

Beritagar.id
Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

No comments :