INTERNASIONAL

[internasional][bleft]

NASIONAL

[nasional][bleft]

ACEH

[aceh][bleft]

TEKNOLOGI

[teknologi][threecolumns]

EKONOMI

[ekonomi][bleft]

SPORT

[sport][threecolumns]

[Aceh] Riwayat Tenggelamnya Sophie Rickmers di Laut Sabang

RENCANA Pemerintah Kota Sabang untuk mengangkat kapal Sophie Rickmers di laut Sabang membuat nama kapal itu kembali mencuat ke permukaan.  Tak banyak catatan sejarah tentang kapal itu. Namun, catatan seorang pelaut Jerman memberi sedikit gambaran gambaran tentang keberadaan kapal itu di Sabang.  Catatan pelaut Jerman di kapal Sophie Rickmers itulah yang dijadikan rujukan utama oleh media Jerman Der Spiegel ketika menurukan laporan tentang nasib Sophie  Rickmers pada 21 September 2012 lalu. Laporan itu dilengkapi sejumlah foto awak kapal yang berbaur dengan masyarakat setempat. 

Salah satu fotonya memperlihatkan dua perempuan yang mengenakan sarung, tetapi bertelanjang dada.  Awak kapal Sophie Rickmers itu bernama Harald Wentzel. Ia menuliskan catatan perjalanan sejak 7 September 1927. Sayangnya, Wentzel tak menyebut apakah benar kapalnya membawa emas atau timah hitam dalam jumlah banyak seperti yang disebut-sebut sebagai salah satu alasan mengapa Pemerintah Kota Sabang ingin mengobrak-abrik bangkai kapal itu (selain alasan ingin membangun bunker minyak). 

Harald Wentzel menulis, kapalnya bersandar di Sabang sejak 29 Agustus 1939. Kapal itu dinakhodai oleh Kapten Helms.  Sebelum berlabuh, mereka dikejar-kejar oleh kapal Inggris yang menguasai perairan Malaysia. Sementara Sabang, dikuasai kolonial Belanda. Ketika peristiwa itu terjadi, perang dunia kedua baru saja pecah. 

Di Eropa, Jerman menginvasi Polandia, tindakan yang kemudian membuat Jerman berseberangan dengan Belanda dan Inggris. "Upaya melarikan diri dari Inggris sia-sia belaka. Kapal perusak Inggris yang menguasai Malaysia berada begitu dekat. Para pelaut Jerman bisa melihat bendera Inggris di bawah terik matahari tropis, bahkan tanpa memakai teropong," tulis Del Spieger.  

Seminggu terlibat kejar-kejaran, Sophie Rickmers berlabuh di Pulau Weh dalam kondisi rusak. Sebelum perang dunia kedua pecah pada 1 September 1939, Pulau Weh adalah zona netral. Harald Wentzel menyebutnya pulau surga yang damai. Ketika Sophie Rickmers tiba di sana, sudah ada empat kapal kargo Jerman lain yang bersandar: Lindenfels, Wasgenwald, Will Rock, dan Moni Rickmers.  

Di Pulau Weh, awak kapal memperbaiki kapal yang rusak sambil berbaur dengan masyarakat setempat. Mereka juga dijamu oleh raja setempat yang dalam laporan Wentzel disebut bernama Raja Singhasari.  "Di istana penuh hiasan, Raja Singhasari menerima delegasi Rickmers di perhotelan besar dengan kelezatan kuliner, lagu dan tarian," tulis Wentzel seperti dikutip Del Spiegel.  

Sembari menunggu kapal diperbaiki, Jerman Naval Komando memerintahkan menunggu di teluk. Meskipun pelaut tidak berseragam, namun di masa perang, mereka secara otomatis dalam hubungan dinas militer.  Dalam masa menunggu itulah, tulis Wentzel, awak kapal menghabiskan waktu dengan berburu di hutan. Mereka juga membangun kontak dengan masyarakat setempat.  Mengggunakan perahu kecil, awak kapal berlayar ke pantai dan menyusuri sungai di pedalaman pulau. Pemandu lokal memperlihatkan hewan dan tumbuhan di dalam hutan.  "Kami melewati pohon kapuk, hutan bakau tak berujung dan cerah dan bunga-bunga berwarna merah terang. Monyet berdecit dengan burung enggang, biawak dan ular Burma yang membuat pelaut ngeri." Di malam hari, tulis Wentzel, mereka mendatangi pedagang Cina utuk mendapat pasokan tembakau dan bir. "Berburu dan memancing menjadi hobi populer tim," tambah Wentzel.  Menariknya, sebagaimana pelaut kebanyakan, awak kapal Jerman ini juga mencari wanita penghibur. Sudah lama awak Sophie Rickmer tidak menjalin hubungan dengan perempuan.  Tahu apa yang mereka dapatkan di Sabang saat itu? Sejumlah perempuan memakai sarung, dan membiarkan bagian dadanya terbuka.  


Dua wanita bertelanjang dada  seperti dikutip dari Del Spieger (bagian dada yang terbuka telah disunting) "Yang paling tradisional adalah perempuan yang hanya mengenakan sarung dan kalung. Merangsang imajinasi manusia." tulis Wentzel.  Kesaksian itu diperkuat dengan dua helai foto perempuan tanpa penutup dada. Yang satu sedang berinteraksi dengan penjual ikan di tepi pantai, satunya lagi seperti di lokasi pemandian.  "Tapi surga di pulau itu tidak sempurna. Cakrawala berulang kali mengancam siluet penyeberang di depan zona netral sudah ada kapal perusak Inggris bernama Stronghold dan Tenedos." Ikhwal dua kapal perusak Inggris ini diperkuat oleh keterangan di situs  naval-history.net menyebutkan. Disebutkan, pada 26 Maret 1940, Inggris yang menguasai Malaysia (The British Malaya Force) mengirim dua kapal perusak ke Sabang yakni Stonghold dan Tenedos untuk memantau kapal-kapal Jerman di Sabang.  Kapal-kapal Jerman yang sudah berada di sana adalah: Lindenfels, Moni Rickmers, Sophie Rickmers, Wasgenwald, dan Werdenfels.  Enam pekan kemudian, ketika Jerman menginvasi Belanda, semua kapal Jerman, kecuali Sophie Rickmers yang ditenggelamkan oleh awaknya sendiri, disita oleh Belanda dan beroperasi di bawah bendera mereka.  Pada 9 Mei 1940, BBC mengumumkan di radio tentang Jerman menginvasi Belanda. Di Sabang, Kapten Helms, nakhoda Sophie Rickmers menghadapi situasi genting. Bagaimana pun, ia tak ingin Sophie Rickmers jatuh ke tangan Belanda, penguasa Sabang saat itu. Namun, Helms berusaha tenang. 

Dia bersikap seolah-olah tidak tahu apa-apa tentang pecahnya perang.  "Sekitar pukul 2 waktu setempat, pasukan kolonial Belanda di bawah komanda perwira Belanda menyerbu dan menangkap awak kapal yang sedang tertidur," tulis Wentzel.  Sophie Rickmers tidak boleh jatuh ke tangan musuh. Mengingat situasi genting, Kapten Helms memerintahkan anak buahnya untuk membuat persiapan cepat. Katup utama dibuka, sehingga air laut masuk ke perut kapal.  Untuk mengalihkan perhatian Belanda, Kapten Helms, mengundang perwira Belanda ke kapal untuk minum Bir. Ketika kapal mulai oleng ke kiri, sambil menggertakkan gigi, ia memerintahkan evakuasi.  "Itu adalah keputusan besar saya agar kapal tak jatuh ke tangan musuh," tulis Helms dalam sebuah laporan.  

Awak kapal Jerman kemudian ditahan di kapal Belanda bernama Wega. Dari sana, mereka menyaksikan bagaimana Teluk perlahan menelan kapal mereka.  Hari itu, pada 10 Mei 1940, ketika Jerman menyerbu Perancis, Belgia, Belanda, dan Luksemburg, nun jauh di teluk Sabang, Sophie Rickmers tamat riwayatnya di teluk Sabang pada usia 20 tahun.  "Malam itu juga awak kapal dikirim dengan kapal pesisir "Generaal Verspyck" dan dibawa ke Kota Raja (sekarang Banda Aceh)," tulis Wentzel.  

Dari Banda Aceh, keesokan harinya mereka dikirim ke Pematang Siantar, meninggalkan Sophie Rickmers yang kini menjadi salah satu magnet wisata menyelam di Pulau Weh. Bagaimana dengan muatan kapal yang diduga membawa timah hitam dan emas? Entahlah, tapi yang pasti, membiarkan Sophie Rickmers tetap di laut Sabang akan membuat warga pulau itu memetik "emas atau timah hitam" yang lebih besar sepanjang masa dari para wisatawan yang datang ke sana.

SUMBER : atjehpost.co
Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

No comments :