INTERNASIONAL

[internasional][bleft]

NASIONAL

[nasional][bleft]

ACEH

[aceh][bleft]

TEKNOLOGI

[teknologi][threecolumns]

EKONOMI

[ekonomi][bleft]

SPORT

[sport][threecolumns]

HAM Homlah, Jangan Pernah Lupakan Tragedi Simpang KKA

HAM Homlah, Jangan Pernah Lupakan Tragedi Simpang KKA

KantoMaya News - TRAGEDI Simpang KKA (Kertas Kraft Aceh) baru saja diperingati. Peringatan yang dilakukan setiap 3 Mei ini dibuat atas inisiatif masyarakat dan pegiat HAM di Aceh. Pemerintah sepertinya tidak ambil bagian dalam hal ini. Ataukah mereka alergi?

Khususnya di Aceh, hal ini tentu mengherankan. Mengingat semua tragedi pelanggaran HAM di Aceh tak terlepas dari efek konflik masa lalu. Dan salah satu ‘aktor’ konflik masa lalu adalah mereka yang saat ini berada di kursi empuk kekuasaan.

Sebagai negara demokrasi, penghormatan terhadap HAM adalah mutlak. Tapi di negeri ini semuanya serba abu-abu. Konon lagi untuk menyelidiki pelanggaran HAM di masa lalu. Padahal jelas korban tidak menuntut qisas, artinya korban tidak menuntut balas sesuai perlakuan yang mereka rasakan di masa konflik.

Di Aceh qanun KKR sudah disahkan. Tapi kemudian mandeg dalam implementasinya. Sungguh disayangkan. Sebab ini pola penyelesaian pelanggaran HAM yang paling elegan. Artinya pelanggaran HAM bukan dibalas dengan pidana. Tapi dengan saling memaafkan. Indah sekali sebenarnya. Tapi entah kenapa banyak yang takut. Inti dari penyelasaian model ini sebenarnya terletak pada rekonsiliasi. Bukankah ini pekerjaan mulia. Negara barangkali kemudian memberi sedikit konpensasi.

Dalam kasus Aceh kita melihat pemerintah Aceh sepertinya juga tidak fokus. Qanun itu tertahan tapi upaya pemerintah tidak jelas. Padahal perdamaian ini juga mencakup menyelesaikan semua efek konflik. Memulihkan korban dan menyelenggarakan rekonsiliasi. Salah satu poin pernyataan korban pelanggaran HAM dan aktivis HAM adalah meminta kepada Gubernur Aceh segera merumuskan konsep reparasi mendesak untuk pemulihan dan pemenuhan rasa keadilan bagi korban pelangaran HAM masa lalu, sebagai langkah awal mendorong implementasi Qanun KKR Aceh.


Intinya, tugas pemerintah Aceh dalam hal ini sangat jelas. Sebagai bagian dari aktor konflik di masa lalu pemerintah saat ini amat patut memperhatikan hal ini. Sebab barangkali ini juga ‘penebus dosa’. Juga bukti mereka berjuang untuk semua golongan. Jangan sampai ketakutan menjadi hantu. Artinya sesuatu yang dihayal dan ditakutkan. Perdamaian ini harus mendamaikan semua pihak. Korban pelanggaran HAM salah satu pihak yang harus menjadi prioritas. 10 tahun perdamaian hal ini masih terabaikan. Kapan lagi ini menjadi kenyataan. Sementara kekuasaan politik Aceh saat ini dipegang sepenuhnya oleh salah satu pihak yang dulu berkonflik. Amat mungkin rekonsiliasi dilakukan. Jangan menyimpan dendam. Jangan menutup luka. Jangan sembunyikan sakit. Itu akan menyiksa siapapun. Selagi ada kesempatan mari berbuat menghapus semua itu. Seharusnya pemerintah Aceh ada titik fokus dalam hal ini. Jangan menjadi tuli dan bisu. Bila perlu pimpinan pemerintah di setiap tingkat turun hadir dalam acara peringatan seperti ini. Agar gemanya lebih terasa. Agar Jakarta juga sadar ada tugas yang belum usai. Perdamaian terjadi karena ada take and give. Karenanya semua klausul yang disepakati wajib dijalankan. Dulu ada GAM, sekarang semua sudah menyatu. Tapi ingat bahwa tugas yang belum selesai ini akan menjadi dosa sejarah bagi para pihak. Karenanya jangan merasa nyaman ketika perdamaian berbuah kekuasaan. Karena sesungguhnya kekuasaan itu amanah sejumlah pihak termasuk korban pelanggaran HAM.Mereka hanya butuh kejelasan. Butuh kebenaran. Mereka pasti memaafkan kalau kebenaran sudah mereka temukan. Rekonsiliasi akan terjadi dengan mudah bila kebenaran terungkap. Untuk apa ditakutkan. Bukankah dosa sesama manusia hanya di maafkan Allah kalau si manusia sudah saling memaafkan. Seorang ksatria dibuktikan dengan mampu meminta maaf dan memaafkan.

Kita berharap tahun depan semua peringatan pelanggaran HAM menjadi seremoni hanya sekedar peringatan, bukan ajang berteriak menuntut sesuatu yang belum berwujud. Pemerintah Aceh harus segera melakukan langkah langkah konkret. Ajak semua pihak melakukan advokasi. Bila di Jakarta tertahan ketuklah pintu mereka. Bilapun tidak juga mau mereka laksanakan minimal sudah melaksanakan tanggungjawab.

Jangan diam. Bangkit dan bekerjalah untuk saudara kita yang sampai kini tidak terpenuhi hak-haknya. Para elit segala lini cobalah memposisikan diri sebagai korban. Agar ada rasa yang akan menggugah Anda untuk menyelesaikan. Kita apresiasi apa yang kemarin dilakukan komisi 1 DPR Aceh yang hadir dalam peringatan tersebut.

Walaupun mungkin bukan hadir atas nama institusi. Tapi ini bukti bahwa elit mulai mau melihathal ini sebagai tugas yang belum usai. Hari ini sampai besok kita ingin mendengar suara para pemimpin kita. Meneriakkan suara korban. Menggemakan KKR. Ini akan menjadi tonggak agar kepercayaan berbuah kepahlawanan. Bila juga diam jangan salahkan korban melabelkan penguasa sebagai pengkhianat.

Sumber : Portalsatu.com

Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

No comments :