INTERNASIONAL

[internasional][bleft]

NASIONAL

[nasional][bleft]

ACEH

[aceh][bleft]

TEKNOLOGI

[teknologi][threecolumns]

EKONOMI

[ekonomi][bleft]

SPORT

[sport][threecolumns]

Kisah Glee Judah dan Mon Jawi di KM 18 Lhoknga

Kisah Glee Judah dan Mon Jawi di KM 18 Lhoknga

KantoMaya News - Anda sering melewati jalan Lhoknga hingga ke Leupung di Kabupaten Aceh Besar? Pasti sudah tidak asing lagi dengan sebuah kelokan indah di sekitar Kilometer 18. Lokasinya tak begitu jauh dari Taman Tepi Laut Lhoknga.

Banyak juga dari mereka yang sengaja berhenti sejenak untuk menikmati keindahan panorama alam dari ketinggian bukit.

Rasanya kurang lengkap tanpa jepret-jepret dan berselfie ria. Di lokasi ini juga ada beberapa gubuk yang bisa disinggahi.

Di sisi sebelah kanan jalan jika kita dari arah Lhoknga, ada sebuah bukit yang menjulang tidak terlalu tinggi. Bukit ini adalah bukit kapur dan tertutup oleh rimbunan pepohonan. Bukit ini memiliki latar belakang sejarah yang unik. Ia juga mempunyai nama yaitu Glee Judah.

Tentang asal usul Glee Judah ini diperoleh Portalsatu.com dari tetua Gampong Deah Mamplam, Leupung, M. Daud. Pria sepuh baya yang kini sudah berusia 76 tahun ini berkisah, di masa lalu terjadi pertengkaran antara warga Kecamatan Leupung khususnya Deah Mamplam dengan warga Lhoknga.

Akibat dari konflik tapal batas itu muncul kata-kata dari salah saru warga Leupung. “Kapreh beh, kupreh bak glee nyan.” Ungkapan ini bisa juga diartikan “Awas, kami tunggu di gunung itu”. Ini merupakan kalimat ancaman.

Daud sendiri mendapatkan cerita yang terjadi ratusan tahun lalu itu dari neneknya. Setelah pertengkaran itu usai, masyarakat Leupung lantas duduk di gunung tersebut sambil berlomba-lomba makan sirih.

Kunyahan air sirih itu kemudian mereka ludahkan ke jalan untuk melihat siapa yang paling besar tumpukannya.“Itu mewujudkan bagaimana besarnya tenaga orang Leupung,” kata Daud.

Nama Judah yang kini menjadi nama bukit tersebut berasal dari kata ludah yang bergeser seiring berjalannya waktu.

Bukan hanya itu, dulu kata Daud di situ juga ada Mon Jawi atau sumur kiri. Sumur ini dangkal dan hanya dapat dijangkau airnya dengan tangan kiri saja. Jika menjangkau dengan tangan kanan agak sulit karena bentuk sumur yang seperti goa.

Sayangnya ketika pembuatan jalan baru setelah tsunami sumur itu ikut dihancurkan. Mon Jawi pun kini tinggal namanya saja.

Sumber : Portalsatu.com
Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

No comments :