INTERNASIONAL

[internasional][bleft]

NASIONAL

[nasional][bleft]

ACEH

[aceh][bleft]

TEKNOLOGI

[teknologi][threecolumns]

EKONOMI

[ekonomi][bleft]

SPORT

[sport][threecolumns]

Lampu Merah Perdamaian Aceh

Lampu Merah Perdamaian Aceh

KantoMaya News ||| BULAN Mei ini menjadi bulan yang panas bagi keamanan Aceh. Sejumlah kontak senjata terjadi dan merenggut beberapa korban. Menjelang 10 tahun perdamaian Aceh hal ini rasanya tak pantas terjadi. Menjelang satu dekade perdamaian Aceh harusnya menjadi momentum besar untuk semakin menguatkan perdamaian ini.

Pernyataan Pangdam Iskandar Muda yang mengatakan ada dalang di balik rangkaian peristiwa ini harus dilihat sebagai bentuk peringatan. Bahwa kejadian ini tidak berdiri sendiri, ada pihak-pihak yang mengendalikan tali kekangnya.

Kita perlu awas. Ada pihak-pihak yang mencoba merusak perdamaian dan tidak ingin kedamaian ini berlanjut. TNI dan Polri jelas merupakan pihak yang menegakkan hukum. Urusan lain di luar ranah hukum, harusnya ada pihak yang berperan aktif. Anehnya Pemerintah Aceh terkesan diam saja. Pemerintah harusnya mengupayakan langka-langkah persuasif di samping upaya penegakan hukum yang dilakukan TNI/Polri.

Gubernur Aceh selaku pemimpin tertinggi Forum Komunikasi dan Pemimpin daerah harusnya sudah melakukan rapat koordinasi. Mengajak semua pemimpin daerah mencari formulasi jitu agar kasus ini tidak semakin merebak dan membesar. Sementara itu proses penegakan hukum tetap terus berlanjut. Mereka yang terlibat dan terbukti melakukan tindakan kriminal tetap harus ditindak sesuai dengan aturan hukum. Namun setidaknya ada keringanan hukuman bagi mereka. Sementara yang baru terkontaminasi bisa segera disadarkan.

Lembaga penegak hukum bukanlah lembaga politik. Kondisi ini tidak memungkinkan mereka terlibat langsung untuk mendekati kelompok tersebut. Hanya pemerintah yang bisa mengupayakan langkah ini. Ini perlu untuk mencegar para kelompok tersebut untuk menyebarkan misinya secara massif.

Sekadar mengulang ingatan, pengalaman telah mengajarkan bahwa kekerasan tidak berhasil menyelesaikan berbagai persoalan. Penyelesaian persoalan di Aceh lebih berhasil dilakukan lewat dialog. Ini harus menjadi titik balik bagi para pemangku kepentingan di Aceh.

Jangan pula heran jika kematian dan pertumpahan darah justru menjadi pemantik semangat sebagian orang di Aceh. Bukankah Orde Baru menekan Aceh dengan sangat keras? Hasilnya justru membuat para penentang semakin membiak. Label ini itu tidak lantas menyurutkan semangat para penentang pemerintah ketika itu. Jadi kasus pergolakan Din Minimi ini harus dilihat lebih kompleks oleh Pemerintah Aceh. Latar belakang pelaku harus menjadi sebuah pertimbangan, bahwa mayoritas mereka pernah menjadi pelaku konflik di masa lalu. Kasus ini tak bisa dilihat sebelah mata murni sebagai kriminalitas saja.

Diamnya Pemerintah Aceh tak hanya menimbulkan pertanyaan, tapi juga disesalkan. Kita tidak bisa menebak-nebak apa yang sedang direncanakan pemerintah. Secara kasat mata, tidak ada pernyataan atau langkah nyata untuk segera menyelesaikan kasus ini. Jikapun akan ada gebrakan, jangan sampai berlama-lama. Jangan sampai menunggu korban yang jatuh terlalu banyak.

Pemerintah perlu memberikan jaminan rasa aman bagi rakyatnya. Perlu menunjukkan rasa empati. Terlepas dari berbagai kesibukan dan padatnya agenda yang melelahkan. Pemerintah jangan abai pada kejadian-kejadian yang menyedot perhatian publik. Ini tak lain untuk menjaga kepercayaan publik bahwa pemimpin mereka mampu mengayom dan pantas menjadi panutan.

Pemerintah harus memberi solusi atas kegalauan masyarakat terhadap situasi kemanan di Aceh. Pemerintah Aceh tentunya tidak bisa mengintervensi para penegak hukum, tapi pemerintah dengan segala ‘kedigdayaannya’ bisa menjadi penengah. Bisa menjadi pereda perang dan mampu memberi harapan.

“Mereka” mungkin memang sudah jalan. Tapi ketidakpedulian para pemimpin jangan sampai menjebak mereka terpuruk kian dalam. Jika mereka sampai gelap mata, maka kediaman para pemimpin secara tak langsung telah menjerumuskannya.

Kekerasan harus menjadi jalan terakhir dari proses penegakan hukum. Cukup sudah nyawa melayang sia-sia. Siapa yang akan bertanggung jawab dengan bertambahnya para janda dan anak yatim. Ingatlah bahwa dendam hanya akan melahirkan sakit hati yang akan melahirkan keinginan untuk balas dendam. Dendam akan memperpanjang siklus konflik di negeri ini. Maka mari mengakhiri semua ini dengan segera.

Mari kita memperbanyak doa tolak bala, agar siapa pun yang punya niat jahat ingin kembali mengoyak perdamaian ini menjauh dari negeri kita. Mari kita doakan juga para pemimpin kita, agar bersedia menoleh sedikit saja untuk melihat raut wajah rakyatnya yang putus asa. Untuk melihat tatapan mata rakyatnya yang pias karena terlalu banyak mengeluarkan air mata. Untuk melihat bibir rakyatnya yang kian sulit terkembang karena terus menerus dibekap masalah.

Sumber : Portalsatu.com
Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

No comments :