INTERNASIONAL

[internasional][bleft]

NASIONAL

[nasional][bleft]

ACEH

[aceh][bleft]

TEKNOLOGI

[teknologi][threecolumns]

EKONOMI

[ekonomi][bleft]

SPORT

[sport][threecolumns]

Aceh Terjerat Hibah dan Bansos

Aceh Terjerat Hibah dan Bansos


* Rp 94,5 Miliar belum Dipertanggungjawabkan

KantoMaya News, BANDA ACEH - Opini Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Keuangan APBA 2014 yang diterima Pemerintah Aceh dari Badan Pemeriksa Keuangan masih tetap berstatus Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Salah satu penyebab kinerja Pemerintah Aceh berada di bawah kabupaten/kota karena kasus dana hibah dan bansos yang masih bermasalah.

BPK Perwakilan Aceh menyampaikan LHP Keuangan APBA 2014 kepada Gubernur Aceh dan Ketua DPRA pada Sidang Paripurna Istimewa DPRA, Senin (22/6).

Kepala BPK Perwakilan Aceh, Maman Abdurrahman kepada Serambi di ruang kerjanya mengatakan, Pemerintah Aceh belum bisa naik kelas karena opini LHP Keuangan, aset, dan pelaksanaan proyek APBA 2014 masih tetap berstatus WDP. Ini disebabkan penataan keuangan, aset, dan pelaksanaan proyek fisiknya masih banyak bermasalah.

Contohnya, sebut Maman, dari pemeriksaan tahun 2014, auditor BPK masih menemukan penyaluran dana hibah tahun 2014 senilai Rp 62,319 miliar belum ada laporan pertanggungjawaban. Begitu juga dengan dana bantuan sosial (bansos) senilai Rp 32,225 miliar.

Sampai LHP Keuangan 2014 disampaikan kepada Gubernur dan Ketua DPRA, kata Maman Abdurrahman, total dana hibah dan bansos senilai Rp 94,5 miliar, oleh pihak SKPA belum bisa memperlihatkan bukti penggunaannya kepada auditor BPK.

Padahal, lanjut Maman, dalam penyaluran dana hibah dan bansos, antara pemerintah dan penerima bantuan ada penandatanganan dana hibah dan bansos, di mana penerima hibah dan bansos wajib melaporkan penggunaan dana yang diberikan, baik dalam bentuk barang maupun dana segar. Berikutnya, dalam pengelolaan pendapatan dana transfer tambahan dana bagi hasil migas dan dana otonomi khusus, juga tidak sesuai ketentuan.

BPK Perwakilan Aceh, menurut Maman Abdurrahman juga menemukan setidaknya enam item permasalahan lainnya di jajaran Pemerintah Aceh. Dia menyebut contoh pemecahan kontrak pengadaan barang pada Dinas Sosial Aceh hingga memboroskan keuangan daerah minimal sebesar Rp 435,5 juta.

Berikutnya, dalam pelaksanaan kontrak proyek fisik, ada beberapa paket proyek yang bermasalah. Antara lain, pembangunan jembatan Kilangan di Kabupaten Aceh Singkil, tidak selesai sesuai kontrak. Selanjutnya pelaksanaan pekerjaan pembangunan jetty Krueng Teunom dan jembatan Inspeksi tahap V/lanjutan di Kabupaten Aceh Jaya juga tidak sesuai ketentuan dan terdapat kekurangan volume pekerjaan.

Berikutnya, pembangunan Masjid Mapolda Aceh tidak selesai sesuai kontrak dan beberapa proses pengadaan pekerjaan lainnya tidak sesuai ketentuan.

Pengelolan persediaan barang habis pakai pada SKPA belum tertib. Pengelolaan investasi nonpermanen di antaranya dana PER Rp 40,68 miliar belum didukung dengan laporan berkala perkembangan realisasi dan pengembalian dari bank pengelola dan dana bergulir senilai Rp 42,25 miliar tidak didukung dengan data penerimaan dan laporan perkembangan dananya.

Selain enam item contoh temuan baru tersebut, kata Maman, Pemerintah Aceh juga belum menindaklanjuti sejumlah temuan BPK pada tahun 2013. Antara lain, dana belanja tidak terduga yang dilarikan Bendahara Pengeluaran BPBA Aceh senilai Rp 3,4 miliar, pengeluaran belanja tidak terduga yang tidak dapat diyakini kewajarannya Rp 2 miliar, dan pemblokiran dana belanja tidak terduga oleh Polresta Banda Aceh Rp 426 juta.

Berikutnya, penyajian utang jangka pendek per 31 Desember 2013 senilai Rp 107,8 miliar tidak termasuk utang pajak tahun 2009 dan 2010 karena bukti setor tidak tersedia secara lengkap dan belum tuntas ditindaklanjuti.

Penyajian dana cadangan yang nilainya mencapai ratusan miliar, kata Kepala BPK Perwakilan Aceh, dalam laporan keuangan tidak memenuhi kareteristik sebagai dana cadangan sebagaimana diatur dalam sistem akuntansi pemerintah (SAP), karena tidak diketahui tujuan pembentukannya, jangka waktu dan belum ditetapkan dengan qanun.

Kemudian, penempatan investasi pada lima perusahaan daerah senilai Rp 21,85 miliar, di antaranya PDPA dan PDGM tidak menyampaikan laporan keuangan, sehingga Pemerintah Aceh tidak dapat menyajikan investasi permanen dengan menggunakan metode ekuitas.

Pengendalian pengelolaan aset tetap masih lemah. Terdapat selisih pencatatan antara bidang akutansi dengan bidang KIP SKPA yang belum dapat ditelusuri ada 152 item jenis barang masih bernilai nol rupiah dan 22 unit barang masih bernilai 1 rupiah.

Kepala BPK Perwakilan Aceh, Maman Abdurrahman mengatakan, sampai semester II 2014 ada 675 temuan BPK dan yang baru ditindaklanjuti Pemerintah Aceh 49,26 persen.

Untuk menindaklanjuti LHP keuangan 2014 dan rekomendasi temuan BPK tahun 2013 yang belum ditindaklanjuti itu, BPK memberikan waktu kepada Pemerintah Aceh dan Ketua DPRA selama 60 hari ke depan. “Pada masa itu kami harapkan Gubernur dan Ketua DPRA dapat menindaklanjutinya sebagaimana yang telah direkomendasi BPK dalam LHP Keuangan APBA 2014 dan APBA 2013 yang belum ditindaklanjuti,” demikian Maman Abdurrahman.

Sumber : aceh.tribunnews.co.id
Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

No comments :