INTERNASIONAL

[internasional][bleft]

NASIONAL

[nasional][bleft]

ACEH

[aceh][bleft]

TEKNOLOGI

[teknologi][threecolumns]

EKONOMI

[ekonomi][bleft]

SPORT

[sport][threecolumns]

Denpasar lebih unggul dari Banda Aceh dalam Urusan islami,

Denpasar lebih unggul dari Banda Aceh dalam Urusan islami,
KantoMaya News -- Maarif Institute tidak memandang Islam sebatas identitas, tapi nilai. Karenanya, ketika lembaga itu merilis Indeks Kota islami, tolok ukurnya adalah tingkat keamanan, kesejahteraan, dan kebahagiaan. "Kami memahami kota Islami dalam perspektif yang lebih luas, berbeda dengan istilah kota Islam atau kota syariah," ujar sang direktur eksekutif, Fajar Riza Ul Haq, dikutip Kompas (16/5),

Maka, penelitian lembaga tersebut atas 29 dari 93 kota di Indonesia selama nyaris setahun menempatkan kota yang tidak dikenal sebagai kota islami dalam pengertian lazim ke tangga teratas. "Dari kota-kota yang diteliti, tidak ada kota yang menerapkan Perda Syariah masuk dalam rangking 10 besar," kata Direktur Riset Maarif Institute Ahmad Imam Mujadid Rais.

Yogyakarta, Bandung, dan Denpasar pun berada di tiga besar indeks dengan nilai 80,64. Skor ini jauh di atas Banda Aceh (69,62) atau Padang Panjang (61,67), kota-kota yang pemerintahannya mengeluarkan peraturan berbasis hukum agama. Penduduk Denpasar mayoritas Hindu, tapi "apakah kemudian bisa disebut islami dari sisi nilai-nilai? Saya kira iya," ujar Rais dilansir Detik.

Maarif Institute menyandarkan penelitiannya pada data 2014 milik Kementerian Dalam Negeri. Data-data termaksud mencakup hasil survei dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan data-data peraturan daerah. Selain itu, lembaga juga mengangkut angka kriminalitas dari pihak kepolisian.


Rais mengatakan timnya menyusun puluhan indikator untuk tiap variabel kunci dengan berbasis data sekunder. Dari penyusunan itu, ia mengaku menemukan banyak hal menarik yang satu di antaranya adalah absennya korelasi langsung antara komposisi pemeluk agama Islam dengan tingkat keislamian sebuah kota.

"Pemberlakuan regulasi berbasis syariah di beberapa kota tidak menjamin kota tersebut lebih tinggi tingkat keislamiannya dibanding kota yang tidak menerapkan produk hukum sejenis," ujarnya.
Tangkapan layar pemeringkatan kota islami /Maarif Institute
Dalam konferensi pers untuk memperkenalkan program penetapan indikator keislamian pada Agustus tahun lalu, Maarif Institute menyatakan bahwa metodologi penelitian berakar dari maqashid syariah (maksud dan tujuan penerapan syariat Islam) yang populer dalam tradisi ushul fiqh. Dilansir laman Islamlib, maqashid syariah mewadahi enam prinsip, yakni menjaga harta benda, menjaga kehidupan, menjaga akal, menjaga agama, menjaga keturunan, dan menjaga lingkungan.

Keenam asas itu yang lantas dijadikan alat ukur bagi Maarif Institute bahwa kota islami adalah kota yang aman, sejahtera, dan bahagia melalui pemerian sejumlah aspek seperti keagamaan (al-kitab), kepemimpinan, dan tata kelola pemerintahan (al-hukma), peradaban (al-nubuwwah), kemakmuran, dan keunggulan.

Penegasan persepsi kota-kota dimaksud dilakukan oleh para peneliti dari Maarif Institute dengan studi pendahuluan untuk mendefinisikan kota islami lewat terminologi Islam. Terbaca dalam laporan lembaga, Islam adalah agama dan peradaban (ad-din wa an'ni'mah). Islam sebagai lembaga harus membawa perubahan nyata berupa keadaan baik bagi yang lain (al-halah al-hasanah).

Demi mencungkilkan persepsi tersebut, para peneliti memburu data sekunder--terdiri dari beberapa dokumen resmi dan tersiar terpublikasi dari beberapa instansi terkait pada 2014--dan data persepsi atau subjektif (primer)--diperoleh melalui wawancara tatap muka dengan narasumber berkriteria ketat sesuai keahlian atau memiliki keluasan informasi ihwal indikator-indikator yang akan diukur.

Wawancara menggunakan kuesioner yang disusun secara terstruktur.
Tangkapan layar dari salinan laporan penelitian Indeks Kota Islami oleh Maarif Institute. /Maarif Institute
Maarif Institute menggunakan sudut pandang maqashid kiwari beraroma pengembangan (tanmiyah) dan pemuliaan Hak Asasi Manusia daripada maqashid berbau perlindungan dan pelestarian. Pemakaian metode tersebut mendorong isu pengembangan sumber daya. Konsekuensinya, realisasi maqashid dapat diukur secara empiris melalui metode ilmiah dan merujuk para target-target pembangunan sumber daya manusia versi Persatuan Bangsa-Bangsa atau lembaga lain yang dapat dipercaya.

Ada pun, latar belakang Maarif Institute menggelar penelitian ini adalah posisi Indonesia sebagai salah satu negara dengan pemeluk Islam terbesar dunia. Namun, ajaran dan nilai Islam "belum diwujudkan dalam pola kehidupan sehari-hari, termasuk oleh para pemangku kebijakan," ujar Rais dilansir Republika pada awal Februari silam.

Selain itu, penerbitan indeks didorong oleh laporan terbitan The Cordoba Initiative bertajuk "The Sharia Index Project" yang menempatkan Indonesia di posisi ke-140 dalam hal tingkat keislamian. "Ini jadi pertanyaan. Mengapa Indonesia yang mayoritas muslim berada pada posisi 140," ujarnya.
Tangkapan layar tabel nilai Indeks Kota Islami /Maarif Institute
Tangkapan layar tabel nilai Indeks Kota Islami
Beritagar.id

Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

No comments :