Presiden Filipina Ancam Keluar dari PBB
KantoMaya News, Manila - Presiden Filipina Rodrigo Roa Duterte mengancam untuk keluar dari badan dunia itu dan berencana membentuk organisasi internasional yang baru bersama Cina, Afrika dan negara-negara Timur tengah.
Kecaman itu disampaikan setelah pelapor khusus PBB Agnes Callamard dan Dainius Puras menyebut eksekusi tanpa peradilan dan pembunuhan terhadap tersangka pengedar narkoba meningkat sejak Duterte memenangkan pemilihan Presiden Filipina pada 9 Mei lalu.
"Saya akan buktikan pada dunia bahwa kamu adalah pakar yang sangat bodoh," kata Duterte merujuk dua pakar hak asasi manusia (HAM) PBB dalam konferensi pers, Minggu, 21 Agustus 2016.
Kedua pelapor khusus PBB menyebut kurangnya proses hukum dalam mengatasi kejahatan narkoba dan menyatakan "dakwaan harus diadili di pengadilan hukum, bukan oleh orang-orang bersenjata di jalanan."
Duterte membantah tuduhan itu lewat konferensi pers di kediamannya di Davao. Dia mengundang kedua pakar PBB itu untuk menyelidiki sendiri dan tidak hanya menghitung para penjahat yang mati, tapi juga jumlah korban yang meninggal dunia akibat obat-obatan terlarang.
Duterte lalu balik menyerang PBB. Dia mengkritik badan dunia yang tidak bisa menghentikan kelaparan, terorisme dan tak berdaya soal Suriah dan Irak, serta membiarkan negara-negara besar mengebom desa-desa serta menewaskan warga sipil yang tak bersalah.
"Saya tidak ingin menghina anda. Tapi mungkin kami harus memutuskan untuk berpisah dengan PBB," kata dia. Sambil menyatakan PBB sebelumnya harus mengembalikan dana yang diberikan Manila selama ini. “Berikan uangnya, dan kami akan bangun panti-panti rehabilitasi dari dana itu,” kata Duterte.
Mantan duta besar Filipina untuk PBB, Lauro Baja mengatakan Filipina bakal merugi dan terancam terisolasi jika keluar dari badan dunia tersebut. "Kita akan merugi jika terisolasi dari komunitas bangsa-bangsa," kata Baja seperti dilaporkan GMA News Online. "Implikasi dari menarik diri dari PBB terlalu serius bahkan untuk dipertimbangkan," kata Dubes Filipina untuk PBB di masa pemerintahan Presiden Gloria Macapagal Arroyo itu.
Baja mengaku dia sendiri menganggap kritik PBB itu tidak adil, namun Duterte tidak seharusnya berkomentar. "Komentar para pelapor terlalu tendensius dan ikut campur untuk dikomentari seorang kepala negara. Biarkan para bawahan yang memberikan tanggapan," kata Baja.
Meskipun pengaturan keluar dari keanggotaan tidak ada dalam Piagam PBB, sedikitnya ada dua negara yang pernah menyatakan keluar dari PBB. Yaitu, Indonesia dan Suriah. Pada 1965, Indonesia menyatakan keluar dari PBB sebagai protes pemberian keanggotaan Dewan Keamanan PBB kepada Malaysia, yang saat itu sedang bersengketa dengan Indonesia. Indonesia kembali menjadi anggota PBB setahun kemudian.
Adapun Suriah, menyerahkan keanggotaan di PBB saat bergabung dengan Mesir untuk membentuk Republik Arab Bersatu. Suriah kembali menjadi anggota PBB pada 1961 setelah keluar dari Republik Arab.
Kecaman itu disampaikan setelah pelapor khusus PBB Agnes Callamard dan Dainius Puras menyebut eksekusi tanpa peradilan dan pembunuhan terhadap tersangka pengedar narkoba meningkat sejak Duterte memenangkan pemilihan Presiden Filipina pada 9 Mei lalu.
"Saya akan buktikan pada dunia bahwa kamu adalah pakar yang sangat bodoh," kata Duterte merujuk dua pakar hak asasi manusia (HAM) PBB dalam konferensi pers, Minggu, 21 Agustus 2016.
Kedua pelapor khusus PBB menyebut kurangnya proses hukum dalam mengatasi kejahatan narkoba dan menyatakan "dakwaan harus diadili di pengadilan hukum, bukan oleh orang-orang bersenjata di jalanan."
Duterte membantah tuduhan itu lewat konferensi pers di kediamannya di Davao. Dia mengundang kedua pakar PBB itu untuk menyelidiki sendiri dan tidak hanya menghitung para penjahat yang mati, tapi juga jumlah korban yang meninggal dunia akibat obat-obatan terlarang.
Duterte lalu balik menyerang PBB. Dia mengkritik badan dunia yang tidak bisa menghentikan kelaparan, terorisme dan tak berdaya soal Suriah dan Irak, serta membiarkan negara-negara besar mengebom desa-desa serta menewaskan warga sipil yang tak bersalah.
"Saya tidak ingin menghina anda. Tapi mungkin kami harus memutuskan untuk berpisah dengan PBB," kata dia. Sambil menyatakan PBB sebelumnya harus mengembalikan dana yang diberikan Manila selama ini. “Berikan uangnya, dan kami akan bangun panti-panti rehabilitasi dari dana itu,” kata Duterte.
Mantan duta besar Filipina untuk PBB, Lauro Baja mengatakan Filipina bakal merugi dan terancam terisolasi jika keluar dari badan dunia tersebut. "Kita akan merugi jika terisolasi dari komunitas bangsa-bangsa," kata Baja seperti dilaporkan GMA News Online. "Implikasi dari menarik diri dari PBB terlalu serius bahkan untuk dipertimbangkan," kata Dubes Filipina untuk PBB di masa pemerintahan Presiden Gloria Macapagal Arroyo itu.
Baja mengaku dia sendiri menganggap kritik PBB itu tidak adil, namun Duterte tidak seharusnya berkomentar. "Komentar para pelapor terlalu tendensius dan ikut campur untuk dikomentari seorang kepala negara. Biarkan para bawahan yang memberikan tanggapan," kata Baja.
Meskipun pengaturan keluar dari keanggotaan tidak ada dalam Piagam PBB, sedikitnya ada dua negara yang pernah menyatakan keluar dari PBB. Yaitu, Indonesia dan Suriah. Pada 1965, Indonesia menyatakan keluar dari PBB sebagai protes pemberian keanggotaan Dewan Keamanan PBB kepada Malaysia, yang saat itu sedang bersengketa dengan Indonesia. Indonesia kembali menjadi anggota PBB setahun kemudian.
Adapun Suriah, menyerahkan keanggotaan di PBB saat bergabung dengan Mesir untuk membentuk Republik Arab Bersatu. Suriah kembali menjadi anggota PBB pada 1961 setelah keluar dari Republik Arab.
Tempo.co
Post A Comment
No comments :