INTERNASIONAL

[internasional][bleft]

NASIONAL

[nasional][bleft]

ACEH

[aceh][bleft]

TEKNOLOGI

[teknologi][threecolumns]

EKONOMI

[ekonomi][bleft]

SPORT

[sport][threecolumns]

Referendum Hanya Lelucon

KantoMaya News, BANDA ACEH - Pro kontra pencabutan dua pasal UUPA melalui UU Pemilu mulai tajam, bahkan merembet ke isu referendum. Namun sejumlah pihak menganggap isu tersebut tak lebih hanya sebagai lelucon politik.

“Permintaan referendum lebih tepat disebut lelucon politik. Itu hanya dongeng pengantar tidur saja. Menurut hemat kami, ini canda yang konyol,” kata Peneliti Wain Advisori Indonesia, Muhammad Ridwansyah MH, dalam pernyataan tertulisnya kepada Serambi, Jumat (26/10).

Referendum ini awalnya mencuat dari mulut Anggota DPRA dari Fraksi Partai Aceh, Azhari Cagee, dalam pertemuan Tim Pengawas Otonomi Khusus DPR RI, Fadli Zon dengan Pimpinan dan Anggota DPRA, di Gedung Utama DPRA, Senin (23/10).

Dalam kesempatan itu, Azahari menyampaikan kekesalannya kepada pusat yang terus menggerus kekhususan Aceh. “Kalau seperti ini pusat memperlakukan Aceh, jika nanti masyarakat Aceh minta referendum atau merdeka, sumber permasalahannya bukan lagi dari Aceh, tapi pusat,” pungkas Azhari Cagee ketika itu.

Wacana referendum kemudian juga disampaikan oleh Ketua YARA, Safaruddin SH, dalam sidang guguatan UU Pemilu di MK sehari setelahnya. Berbeda dengan Azahari Cagee, YARA meminta kepada MK digelar referendum untuk mendengar pendapat masyarakat Aceh, apakah setuju atau tidak setuju berlakunya Pasal 571 huruf (d) Undang-Undang No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Peneliti Wain, Muhammad Ridwansyah dalam hal ini hanya menanggapi ancaman referendum yang dikemukan oleh Azhari Cagee. Ia menuding, bahwa Azhari Cagee saat melontarkan isu tersebut tidak melakukan riset komprehensif sebelum bicara. “Terutama terkait keadaan sosial ekonomi masyarakat. Itu hanya dongeng pengantar tidur,” kata Ridwansyah.

Pihaknya meminta para pihak untuk fokus pada hak dan kewenangan yang sekarang sudah ada. Terlebih itu diungkapkan oleh anggota dewan terhormat yang padanya melekat kewenangan tersebut. “Atau jangan-jangan isu ini sengaja dilempar sebagai bentuk buang badan dan lepas tanggung jawab? Saya pikir rakyat Aceh sudah sangat cerdas hingga tahu mana yang perjuangan dan mana yang pembodohan,” pungkasnya.

Sementara terkait usulan Referendum dari YARA, tanggapan datang dari Aliansi Masyarakat Sipil dari beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan organisasi di Aceh.

Menurut juru bicara aliansi, Muhammad Khaidir SH, usulan referendum terkait pencabutan dua pasal UUPA adalah suatu cara yang tidak tepat, karena, masih ada peluang untuk berdialog.

“Jika dialog gagal, tidak tertutup kemungkinan kami juga akan bergabung dan menyuarakan referendum di Aceh. Semua jalur akan dibuka untuk mempertahankan otonomi di Aceh,” pungkasnya.

Khaidir yang juga Direktur PAKAR Aceh ini juga menyayangkan sikap Pemerintah Aceh yang terkesan tidak peduli dengan polemik UUPA. Pemerintah Aceh seharusnya merespons, karena UUPA adalah kepentingan seluruh masyarakat Aceh.

“Kenapa Pemerintah Aceh tidak ikut serta dengan elemen sipil untuk terus menyuarakan kepentingan rakyat? Kami sangat sayangkan sikap Pemerintah Aceh, terkesan UUPA adalah kepentingan kelompok,” ujarnya.

Pihaknya menyarankan Pemerintah Aceh melakukan dialog dengan pusat untuk menyelesaikan polemik UUPA yang dicabut akibat lahirnya UU Pemilu. Duduk bersama lebih bermartabat untuk menyelesaikan permasalahan saat ini.

Dia katakan, Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat mempunyai tanggung jawab besar dalam menyelesaikan masalah ini. “Karena keberlanjutan perdamaian Aceh harus ditempatkan di atas kepentingan politik, itu yang paling penting,” tandas Khaidir.

DPRA akan menggandeng ahli hukum tata negara, Prof Yusril Ihza Mahendra, sebagai saksi ahli pihak DPRA dalam gugatan UU Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK). Saat ini, sidang gugatan perkara nomor 66/UU-XV/2017 sedang bergulir di MK.

Kepastian Yusril Ihza Mahendra menjadi saksi ahli, disampaikan Juru Bicara Lintas Fraksi DPRA, Iskandar Usman Al-Farlaky, kepada Serambi usai bertemu Yusril Ihza Mahendra di kantor Ihza&Ihza lawfirm di Gedung Tower A Kasablanca Kav 88 Jakarta, Kamis (26/10) siang.

“Insya Allah Pak Yusril akan menjadi saksi ahli dalam gugatan ini. Kita sudah bertemu dengan beliau dan telah membicarakan banyak hal terkait gugatan yang sedang kita ajukan di MK. Semoga perjuangan ini akan terus kuat dengan hadirnya beliau, kami mohon doanya,” kata Iskandar.

Menurut Iskandar, Prof Yusril menyambut baik kedatangan pihaknya. Kepada anggota DPRA yang datang, Yusril mengaku juga mengikuti perkembangan atas gugatan pihak DPRA di MK.

“Apresiasi yang setinggi-tinggi kepada beliau yang sangat peduli dengan Aceh. Alhamdulillah beliau juga telah bersedia menjadi saksi ahli kita di MK nantinya,” ungkap Iskandar.

Dalam pertemuan yang berlangsung satu jam tersebut, Iskandar bersama yang lainnya menceritakan kronologis gugatan dari awal sampai dengan fase sidang yang akan memasuki pada agenda mendengar keterangan saksi penggugat.

“Kita akan hadirkan dua saksi ahli dan satu saksi fakta. Sekali lagi, mohon dukungan dan doa seluruh rakyat Aceh,” demikian Iskandar Usman Al-Farlaky

Pihak DPRA yang datang menemui mantan Sekneg RI ini adalah Iskandar Usman Al-Farlaky (Jubir Lintas Fraksi/Ketua Fraksi PA), Zaini Djalil (kuasa hukum DPRA), Azhari Cagee (Sekretaris Fraksi PA), dan Hendra Fadli (tenaga ahli Komisi 1).

aceh.tribunnews.com
Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

No comments :