INTERNASIONAL

[internasional][bleft]

NASIONAL

[nasional][bleft]

ACEH

[aceh][bleft]

TEKNOLOGI

[teknologi][threecolumns]

EKONOMI

[ekonomi][bleft]

SPORT

[sport][threecolumns]

Yusuf Mansur Angkat Suara soal Pembekuan PayTren oleh BI

KantoMaya News, Jakarta -- PT Veritra Sentosa International sebagai pemilik aplikasi transaksi mobile PayTren mengaku telah mengajukan izin bisnis uang elektronik kepada BI sejak Juli lalu.

Proses perizinan baru dilakukan pada tahun ini mengingat pembukaan pendaftaran izin memang baru dibuka pada pertengahan tahun.

Pendiri PayTren Yusuf Mansur menjelaskan, perusahaan sebenarnya sudah berharap mendapatkan izin di tahun 2014 silam, ketika PayTren baru dirintis. Namun, pada saat itu, belum ada aturan rinci dari BI terkait bisnis uang elektronik.

Oleh karenanya, PayTren sering melakukan kunjungan ke BI karena perusahaan memang menunggu aturan tersebut difinalisasi.

Pasalnya, PayTren memang membutuhkan isi ulang uang elektronik bagi pembayaran terbatas (close loop) agar operasional perusahaan bisa berjalan dengan baik.

"Kami sudah menunjukkan sikap kooperatif dengan mendatangi BI. PayTren datang duluan ke BI sebelum dipanggil. Karena memang kami sudah menunggu izin itu dibuka. Sebab kami butuh e-Money," ungkap Yusuf kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (7/10).

Menunggu 3 Tahun
Dia melanjutkan, BI kemudian memanggil PayTren medio Maret 2017 untuk menjelaskan beberapa hal. Dari pertemuan tersebut, BI membatasi deposit uang elektronik pengguna PayTren sebesar Rp10 juta. Namun, perusahaan ternyata ingin agar deposit maksimal di angka Rp5 juta saja.

Kemudian, perusahaan masih menunggu pembukaan aplikasi bisnis uang elektronik BI. Akhirnya, setelah menunggu tiga tahun, pengajuan izin itu pun dibuka di bulan Juli 2017.

"Sebelumnya kami intip-intip terus, kapan dibukanya? Kami menunggu tiga tahun. Makanya kami sedikit dapat pujian, termasuk yang pertama mengajukan. Kami pun termasuk yang pertama melengkapi berkas. Bahkan sampai audit informasi dan teknologi dan audit keuangan," katanya.

Setelah mengajukan izin di bulan Juli, PayTren menyesuaikan diri dengan tidak memperbolehkan pengguna untuk top up uang elektronik. Sementara itu, bagi pengguna lama, perusahaan menyesuaikan jumlah deposit maksimal Rp1 juta.

Hal ini, lanjutnya, untuk memenuhi ketentuan di dalam Surat Edaran BI Nomor 16/11/DKSP tertanggal 22 Juli 2014.

Aturan itu menyebutkan bank atau lembaga selain bank yang menyelenggarakan uang elektronik dengan jumlah dana mengendap Rp1 miliar ke atas wajib memiliki izin sebagai penerbit uang elektronik dari BI.

Oleh karenanya, perusahaan memutuskan kebijakan agar dana berada pada posisi di bawah Rp1 miliar. "Selebihnya, kami ikut aturan BI. Sebab kami percaya, aturan itu dibuat untuk kebaikan bersama," tambahnya.

Izin ini, lanjut Yusuf, sangat penting karena PayTren melihat potensi bisnis yang mumpuni dari bisnis uang elektronik. Hal ini disebabkan berbagai faktor, seperti efisiensi waktu transaksi hingga keamanan karena masyarakat tak perlu bersentuhan dengan uang tunai.

"Selain itu bisa transfer luar negeri juga. Besok, PayTren rencananya akan menjajal transaksi multi currency. Dunia digital, asal dipahami, menguntungkan orang kecil," paparnya.

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mengatakan telah menghentikan operasional sementara bisnis uang elektronik PayTren mengingat bisnis tersebut masih menunggu izin dari BI. Rencananya, izin tersebut akan diproses paling lama dalam jangka waktu 90 hari.

cnnindonesia.com
Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

No comments :