INTERNASIONAL

[internasional][bleft]

NASIONAL

[nasional][bleft]

ACEH

[aceh][bleft]

TEKNOLOGI

[teknologi][threecolumns]

EKONOMI

[ekonomi][bleft]

SPORT

[sport][threecolumns]

Pengungsi Rohingya di Aceh 'mungkin akan habis' sebelum setahun

Pengungsi Rohingya di Aceh 'mungkin akan habis' sebelum setahun
Jumlah pengungsi Rohingya gelombang Mei 2015 yang ditampung di beberapa lokasi di Provinsi Aceh diperkirakan akan terus berkurang karena sebagian besar sudah melarikan diri bahkan sebelum tempo satu tahun.

Kecenderungan itu tercermin di kamp pengungsi Blang Adoe, Kabupaten Aceh Utara yang sebelumnya menampung 319 orang, tetapi kini tinggal 75 orang dan jumlah itu pun sudah termasuk enam kelahiran bayi.

Sebagian dari mereka yang keluar dari penampungan diketahui berada di Medan dan sebagian sudah masuk ke wilayah Malaysia melalui jalur tidak resmi.

“Mengingat kondisi real di lapangan hanya tinggal 75 orang, jadi mereka berangkat secara suka rela tanpa kita suruh, akhirnya bisa-bisa ini kosong sendiri penampungan ini,” kata Sekretaris Daerah Kabupaten Aceh Utara, Isa Anshari, yang juga merangkap sebagai ketua penampungan pengungsi Blang Adoe.

Tiga titik penampungan lain di kabupaten berbeda-beda juga dilaporkan mengalami kondisi yang sama. Mereka ini adalah pengungsi Rohingya, kelompok warga negara minoritas di Myanmar, yang sempat terkatung-katung di laut bersama migran Bangladesh menyusul operasi pemberantasan perdagangan manusia oleh Malaysia dan Thailand.

Karena proses verifikasi dan penempatan di negara ketiga belum rampung, pemerintah Indonesia menyatakan akan mengizinkan mereka tetap tinggal sementara.

Ini bertolak belakang dengan kesepakatan yang diteken di Putrajaya antara Indonesia dan Malaysia bahwa kedua negara bersedia menampung mereka hanya selama satu tahun. Adapun migran Bangladesh, yang semula ingin mencari kerja di Malaysia, sudah dipulangkan. Image caption Di penampungan pengungsi terdapat pula dapur umum lengkap dengan kompor gas dan juru masak.

Pengungsi Rohingya tersebar di empat lokasi di Aceh sedangkan jumlahnya semakin sedikit sehingga muncul gagasan untuk menyatukan mereka di satu lokasi dan di bawah kendali pemerintah provinsi.

“Ada kemungkinan pengungsi diambil alih oleh pemerintah provinsi dan disatukan,” kata Kasi Pengawasan dan Penindakan Kantor Imigrasi Lhokseumawe, Albert Djalius.

Jika pun penampungan-penampungan yang semula dibangun untuk pengungsi Rohingya ditinggalkan penghuni, maka akan timbul persoalan baru. Image caption Isa Anshari berkata perencanaan penanganan pengungsi tak bisa terlalu ke depan karena sifatnya transisi.

Contohnya, siapakah yang berhak atas aset-aset di penampungan?


“Tanah yang digunakan untuk penampungan adalah tanah pemda seluas lima hektar, tetapi bangunan-bangunan di atasnya dikelola oleh ACT dari hasil bantuan internasional,” kata Sekretaris Daerah Kabupaten Aceh Utara, Isa Anshari dalam wawancara dengan wartawan BBC Indonesia, Rohmatin Bonasir.

Yang dimaksud ACT adalah lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap. ACT mengelola dana bantuan internasional dari berbagai organisasi untuk pengungsi Rohingya, di antaranya membangun berbagai fasilitas di penampungan Blang Adoe dengan dana Rp6 miliar.

Barak-barak, sarana olahraga, taman bermain di lingkungan tersebut sudah tak difungsikan lagi karena sebagian pengungsi sudah pergi atas kemauan sendiri.

Dikatakan oleh Isa, keperluan sehari-hari pengungsi Rohingya diurus oleh Organisasi Migrasi Internasional (IOM) dan sebagaimana ditegaskan oleh pemerintah daerah, dana daerah tidak digunakan untuk mengurus mereka.

Pemerintah daerah sekedar berfungsi sebagai fasilitator bagi berbagai lembaga kemanusiaan yang ingin membantu pengungsi dari aspek pendidikan, layanan kesehatan, pembekalan keterampilan dan lain-lain.

BBC Indonesia
Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

No comments :