INTERNASIONAL

[internasional][bleft]

NASIONAL

[nasional][bleft]

ACEH

[aceh][bleft]

TEKNOLOGI

[teknologi][threecolumns]

EKONOMI

[ekonomi][bleft]

SPORT

[sport][threecolumns]

Pimpinan Perguruan Tinggi Seluruh Aceh Deklarasi Melawan Radikalisme di Bali

Puluhan rektor dan pimpinan perguruan tinggi negeri dan swasta asal Aceh ikut serta dalam deklarasi aksi kebangsaan perguruan tinggi se-Indonesia melawan radikalisme, yang berlangsung di Nusa Dua Convension Center (BNDCC), Bali yang berlangsung Senin dan Selasa 25-26 September 2017. 
KantoMaya News, BANDA ACEH -- Puluhan rektor dan pimpinan perguruan tinggi negeri dan swasta asal Aceh ikut serta dalam deklarasi aksi kebangsaan perguruan tinggi se-Indonesia melawan radikalisme, yang berlangsung di Nusa Dua Convension Center (BNDCC), Bali yang berlangsung Senin dan Selasa 25-26 September 2017.

Kegiatan itu antara lain dihadiri :

  1. Rektor Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Prof Dr Ir Syamsul Rizal MEng, 
  2. Pembantu Rektor II Universitas Abulyatama (Unaya) Drs Saifuddin MPd, 
  3. Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Ar Raniry Prof Dr H Farid Wajdi Ibrahim MA.
  4. Rektor Universitas Iskandar Muda (Unida) Prof Dr Syafii Ibrahim, 
  5. Rektor Universitas Malikussaleh (Unimal) Dr Apridar, 
  6. Rektor Universitas Gunung Lauser (UGL) Ahadin, 
  7. Rektor IAIN Zawiyah Cot Kala Langsa, Dr Zulkarnaini, 
  8. Direktur Politeknik Aceh Selatan Ilham Maulana.

Ketua Pospera Aceh, Tarmizi, M.Si yang turut hadir dalam acara tersebut menyebutkan bahwa materi seminar kebangsaan itu mengangkat judul “Lembaga Pendidikan Tinggi sebagai Benteng Pancasila dan NKRI” diisi oleh Kapolri Jend (Pol) M Tiito Karnavian, Menteri Agama RI, H Lukman Hakim Saifuddin, Tokoh Ormas Muhammadiyyah Prof Dr H Ahmad Syafii Marif dan Yudi Latief PhD.

Dalam Seminar Kapolri Jend (Pol) M Tiito Karnavian meminta perguruan tinggi di Indonesia memasukkan materi radikalisme dalam mata kuliah.

“Masalah terorisme dan radikalisme itu seharusnya menjadi mata kuliah di universitas. Karena masalah terorisme dan radikalisme ini menjadi masalah yang komplek,” kata Kapolri.

Menurut Tito, tujuan dari radikalisme selalu ingin melemahkan keberadaan pemerintah, guna mengambil keuntungan politik dengan ancaman kekerasan.

“Tujuannya, mendelegitimasi pemerintah, dengan ancaman kekerasan. Itulah tujuanya mendelegitamasi pemerintah sampai tidak mampu melindungi warganya, nah dimana posisi radikalisasi, pengambilalihan kekuasaan,” tambahnya.

Sementara itu, Menteri Agama Republik Indonesia, H Lukman Hakim Saifuddin menyatakan kelompok moderat di Indonesia harus lebih banyak bersuara guna menghadapi kelompok-kelompok radikal.

“Orang melakukan tindakan ekterm secara berlebihan, masalahnya tentu komplek, mereka berorentasi pada masa lalu, tidak punya harapan terhadap masa depannya. Seakan-akan dengan mengorbankan diri sendiri, dan orang lain adalah satu-satunya cara yang paling aman untuk mendapatkan syurga. Wawasan keagamaan menjadi penting, bagaimana mengembalikan pemahaman radikalisme extrem. Kalangan moderat dan perguruan tinggi harus lebih bersuara untuk mejelaskan moderasi Agama itu,” kata Lukman Hakim.

Sementara Buya Syafii Maarif menyatakan radikalisme sebagai rongsokan peradaban Arab yang sudah kalah, namun justru subur di Indonesia.

“Radikalisme itu rongsokan dari peradaban Arab yang sedang kalah, mengapa harus kita beli disini,” kata Buya Syafii Maarif.

Dalam seminar tersebut, ditegaskan bahwa perguruan tinggi di Indonesia harus menjadi benteng utama untuk tumbuh kembangnya Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika.

SERAMBINEWS.COM
Post A Comment
  • Blogger Comment using Blogger
  • Facebook Comment using Facebook
  • Disqus Comment using Disqus

No comments :